Patut diketahui, dalam perang gerilya asimetris seperti yang dijalankan Hamas, kemenangan bukan berarti keunggulan dalam jumlah pasukan musuh yang ditewaskan. Dalam perang gerilya, keberlangsungan perlawanan setelah digempur habis-habisan oleh kekuatan militer yang lebih digdaya adalah kemenangan tersendiri.
Menurut the Wall Street Journal, Hamas dan kelompok pejuag lainnya di Gaza telah menolak dua tawaran gencatan senjata sementar dan pertukaran tahanan. Hamas saat ini bersikeras untuk tidak melakukan negosiasi sampai gencatan senjata permanen dicapai.
Ben Shabat, yang merupakan penasihat keamanan nasional Israel dari 2017 hingga 2021, mengatakan bahwa kepercayaan Hamas mungkin salah arah, tetapi hal itu bukannya tidak berdasar. “Kondisi di mana pasukan kami beroperasi menjadi lebih sulit dibandingkan sebelumnya, sementara keadaan telah membaik bagi para pejuang Hamas.”
Surat kabar tersebut melaporkan bahwa, di bawah tekanan pemerintahan Presiden AS Joe Biden, Israel mulai menggunakan serangan udara yang lebih sedikit untuk mempersiapkan serangan darat ke Gaza. Hal ini memberi para pejuang Palestina lebih banyak peluang untuk menjerat tentara Israel dalam penyergapan.
Seorang anggota biro politik Hamas, Izzat al-Rishq, mengatakan dalam sebuah pernyataan Senin lalu bahwa kepemimpinan gerakan tersebut berupaya dengan segala kekuatan untuk menghentikan agresi dan pembantaian terhadap rakyat Pakestina sepenuhnya dan bukan untuk sementara waktu. “Kami tak menginginkan gencatan senjata sementara atau gencatan senjata sebagian untuk jangka waktu singkat, setelah itu agresi dan terorisme Israel akan terus berlanjut.”