Oleh: Dr. Edi Sugianto, Peraih Cumlaude dan Doktor Termuda Pascasarjana UMJ
Saya termasuk milenial yang mengenal “Abah” (panggilan akrab Anies oleh netizen) sudah sejak lama, setidaknya sejak saya mahasiswa strata satu, lihat saja tulisan saya tentang “Indonesia Mengajar” di Koran Jakarta, sudah melewati satu dasawarsa. Setelah itu, sering ngopi di cafe belakang Paramadina, juga bersama “Abah” Prof. Abdul Hadi WM, guru saya di bidang sastra.
Siapa yang tak mengidelokan “Abah”? Anak muda yang berhasil menjadi rektor dan mendunia. Sebenarnya, “Abah” bukan tipe orang yang suka bermain kata-kata layaknya kami di dunia sastra, namun ketika ia berbicara memang itulah isi hati dan pikirannya yang genuine. “Menyihir” bukan?
Sebagai mantan aktivis, “Abah” terbiasa turun lapangan, khususnya dalam upaya meningkatkan kualitas manusia Indonesia. Menurutnya, anak-anak muda terbaik bangsa mestinya mengisi dunia pendidikan, kalau bisa menjadi guru dan dosen di lembaga-lembaga pendidikan.
Meski “Abah” tidak mengambil jurusan pendidikan, tetapi ia begitu perhatian dengan persoalan-persoalan pendidikan. Mungkin, karena beliau dididik langsung oleh ibu yang luar biasa. “Bangsa yang besar selalu dimulai dari pendidikan,” begitu kira-kira kata yang sering muncul dari lisannya.