Andai Kota-Kota itu Bernyawa, Tak Cukup Transformasi 40 Kota

oleh -84 views

Mari periksa dengan mengaktivasi hati yang lapang dan akal nirbatas. Benarkah kota-kota di Indonesia berkembang tanpa perancangan kota berkelanjutan dan tanpa perlindungan Undang-undang? Narasi pun dalil itu bisa benar –dalam skala sempurna. Mengapa? Sebab kota-kota dunia berkembang tanpa pola, dan tren mengkota masih menyisakan ini: kesenjangan, penyisihan, perebutan ruang, kekumuhan akut, rumah tidak layak huni, polusi udara, air bersih kurang, akses mobilitas dan transportasi publik massal yang payah.

Alhasil, kesehatan perkotaan menjadi isu besar yang terlupakan. Bahkan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan pun alpa dengan kesehatan perkotaan. Sementara polusi udara, air bersih adalah kebutuhan dasar manusia hidup di kota, untuk mendokterkan kesehatan kota.
Aset paling penting dari kota adalah kesehatan warganya. Kota pun bernyawa dengan jaminan kesehatan warganya. Kiranya, mengembangkan 40 kota berkelanjutan, setarikan nafas dengan urusan kebutuhan dasar: kesehatan, perumahan, lapangan kerja, dan pendidikan!

Baca Juga  Pemkot Ambon Belum Bisa Transfer Langsung Tunjangan Sertifikasi ke Rekening para Guru

Beban Komorbid Kota

Kota-kota yang mengkota tak terkendali, jika nihil intervensi kebijakan strategis nasional perkotaan– bakal menjadi kota yang ringkih: tidak efisien, penghisap waktu luang, dan terhimpit beban-beban sosial pun struktural. Literatur utama dan instrumen kebijakan badan dunia menwanti-wanti resiko urbanisasi, tepatnya urbanisasi yang tidak produktif, yang menjadi beban. Bahkan resiko perubahan iklim yang sengatannya mengancam kulit warga.

No More Posts Available.

No more pages to load.