Tendensi opini ini hendak menyokong kebijakan negara bertitel agenda baru perkotaan (new urban agenda). Itu bukan barang baru yang harus diperdebatkan gagasan dan konsiderannya.
Analisis kritis ikhwal tata laksana dan teknis membangun fisik kota, itu tidak masalah. Yang penting segenap kota-kota menjadi episentrum kesejahteraan untuk semua. Sahih jika pemerintah mengambil kebijakan prioritas untuk transformasi kota berkelanjutan, bukan meninggalkannya.
Justru, kesejahteraan rakyat menanjak jika merawat kelayakan dan kenyamanan kota yang inklusif. Klop dengan sokongan wibawa negara dan kuasa konstitusi. Sebagai wujud aktivasi hak warga atas kotanya.
Hak Kota atas Hidupnya
Jika publik dunia mulai banyak mengenali hak atas kota (right to the city), saya hendak membela kota sebagai “organisme” bernyawa. Kota yang berhak atas hidupnya. Kota yang berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, dan perlindungan. Kota yang mempunyai legal standing. Analog dan perluasan legal standing lingkungan. Warga kota bersama lawyers peduli kota adalah pembelanya.
Dalil itu bukan hanya dari desakan warga, namun menghargai sang “organisme” kota berhak atas hidupnya. Dengan menyediakan daya dukung kota ke dalam perencanaan dan transformasi kota yang berkelanjutan. Salah satunya menyediakan UU Pembangunan Perkotaan. Kita masih kalah dengan inisiatif zaman Belanda yang memiliki SVO (Stadsvorming Ordonantie), analog UU Pembentukan Kota. Kota bukan hanya struktur urusan kantor penguasa kota seperti UU Pemerintah daerah, namun organisme yang dirawat kelangsungan hidup, tumbuh dan kembang, dan perlindungan dirinya. Saya rasa tak perlu lagi menyebut organisme kota dalam tanda kutip.