Oleh: Made Supriatma, Peneliti dan jurnalis lepas. Saat ini bekerja sebagai visiting research dellow pada ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura
Presiden Indonesia mengaku sangat mencintai negeri ini. Tentu mencintai itu tergantung tafsir. Ada orangtua yang sangat mencintai anaknya dan memberikan apa saja yang dimintanya. Bahkan menjejalinya dengan sesuatu yang tidak ia perlukan.
Hasilnya? Belum tentu jadi anak baik yang berguna untuk bangsa, negara, dan agamanya (ideal orangtua Indonesia). Sesungguhnya dengan diperlakukan demikian, si anak dirampas kemerdekaannya untuk mempersiapkan hidup, jadi mandiri, dan berlatih untuk hidup bersama dalam komunitas.
Seminggu yang lalu, presiden Indonesia itu mengatakan di depan para perencana pembangunan, jangan takut membabat hutan untuk ditanami sawit. Toh, kata dia, sawit itu pohon juga. Penghasil oksigen juga. Jadi bukan ancaman terhadap perubahan iklim.
Saya tidak tahu darimana pikiran yang rada keblinger ini muncul. Pikiran seorang politisi itu selalu ringkas dan pendek. Mereka tidak mau diulik detail-detailnya. Singkat, padat, tas tes. Seperti Jokorup dulu. Kerja, kerja, dan kerja. Orang baik. begitu seterusnya.
Soal sawit ini juga demikian. Pokoknya buka hutan. Tanam sawit. Maka kita akan makmur sejahtera gemah ripah loh jinawe. Tanah kita subur. Alam kita menyediakan semuanya. Ibu pertiwi ini menyediakan susu dan madu. Supaya kita bisa bermalas-malasan atau bisa fokus merenungkan dan membayangkan nikmatnya hidup di surga nanti.