Porostimur.com – Jakarta: Menteri Keuangan Sri Mulyani lagi-lagi menyinggung lambatnya penyerapan belanja anggaran daerah (APBD). Ia memaparkan rata-rata realisasi belanja daerah baru mencapai 50 persen, meski tutup buku belanja tersisa sebulan lagi.
Ani, akrab sapaannya, menjabarkan hanya Provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta saja yang realisasi belanjanya di atas 66 persen. Sementara itu sisanya masih mengecewakan.
Provinsi yang realisasinya masih mengecewakan itu salah satunya Maluku. Pasalnya, serapan belanja daerah itu baru 39 persen.
“Bayangkan ini sudah November. Data ini berdasarkan 18 November 2021. Artinya sebulan lebih sedikit karena tutup buku belanja anggaran persis 24 Desember, maka kita sebetulnya praktis hanya punya waktu 1 bulan untuk mengeksekusi APBN dan APBD kita,” beber Ani pada pembukaan Kongres AAIPI 2021, Selasa (23/11).
Ani menambahkan bahwa secara nasional realisasi pendapatan daerah sebesar Rp841,65 triliun, sedangkan belanja daerah hanya Rp730,13 triliun. Artinya, terjadi lebih (surplus) pendapatan senilai Rp111,52 triliun atau 15,27 persen dari belanja APBD.
Ia merincikan ada 493 daerah yang mengalami surplus pendapatan-belanja, terdiri dari 30 provinsi, 375 kabupaten, dan 88 kota.
Wilayah Jawa Timur memiliki surplus tertinggi, yakni sebesar Rp18,59 triliun. Sedangkan surplus terendah ada di Maluku dengan Rp597,91 miliar. Untuk defisit tertinggi ada di wilayah Sumatra Barat sebesar Rp19,8 triliun dan terendah di Bali sebesar Rp128,66 miliar.
Realisasi ini, sambung Ani, menunjukkan rendahnya efektivitas dan belum sinkronnya kebijakan APBN pusat dengan daerah dalam meredam dampak pandemi terhadap ekonomi.
“Ini artinya pemerintah pusat yang sedang melakukan pemulihan ekonomi dengan counter cyclical dengan defisit Rp540 triliun, namun daerah justru menahan belanja atau belum bisa belanja sehingga terjadi surplus Rp111,5 triliun,” kata dia.
Untuk diketahui, Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah beberapa kali menyentil pemda soal realisasi belanja daerah di era pandemi covid-19. Keluhan Ani perihal lambatnya pencairan APBD untuk warganya guna menjadi bantalan meminimalisir dampak covid-19.
(red/cnn-indonesia)