Oleh: Moksen Sirfefa, Peminat Sejarah dan Peradaban.
“Enrique berhenti di depan pintu ruang kerja Raja Carlos yang masih tertutup dan dijaga di kiri kanannya oleh prajurit bersenjata lengkap. Melihat pintu yang tertutup itu, dia teringat Estrella yang membanting pintu kamarnya semalam. “Brengsek! Pergi kau, jangan dekat-dekat aku lagi!” jerit gadis itu. Enrique mengerti. Tentu saja, gadis manapun menginginkan hal itu. Cincin di jari manis, meskipun cincin itu hanya dari besi tempa yang buruk rupa. Cincin perlambang cinta, kesetiaan, dan rumah masa depan. Keluarga. Janji untuk mengarungi hidup bersama. Janji yang belum sanggup Enrique berikan, karena janjinya pada dirinya sendiri, untuk keliling dunia, belum terpenuhi. Baginya, panggilan laut lebih keras dan kuat, daripada rayuan bibir manis Estrella.” –Clavis Mundi, 324–
“Finally Magellan’s Malay slave (a relic of his time in the Indies) identified the unmistakable twin cones of Ternate and Tidore rising above the horizon.” –The History of A Temptation, 58–
Dari semua pelayaran besar pada masa Zaman Penjelajahan, ekspedisi Magellan dapat diklaim sebagai yang terhebat. Lima kapal hitam bertolak dari pelabuhan Sanlucar de Barrameda Spanyol, 20 September 1519, dengan awak berjumlah 270 orang (versi lain 277 orang). Setelah menyusuri pantai barat Amerika Selatan hingga sampai di Tierra del Fuego (wilayah Argentina) sejauh 325 mil di tengah hujan badai es, halimun dan kabut, akhirnya mereka mendapati selat yang dinamai dengan namanya, Selat Magellan, mereka menemukan Samudera Pasifik pada 28 November 1520. Disebut Pasifik dari kata “pasif” karena aliran airnya yang tenang. Ketenangan samudera tersebut ternyata menipu.
Seperti halnya Columbus, Magellan mengalami tantangan luar biasa. Selama 14 minggu terapung-apung di hamparan samudera yang begitu luas karena arah angin yang berubah-ubah mengocar-ngacir arah navigasi. Keadaan makin tersiksa karena kehabisan bekal.
Menurut penulis perjalanan ini, Antonio Pigafetta, para awak hanya bermodalkan biskuit keras yang dicelup di a mereka terpaksa memakan kotoran tikus dan serbuk gergaji, bahkan ada yang mengunyah tiang kapal ir keruh (biscuits softened in rancid water). Atau bisa jadi Pigafetta salah mengidentifikasi bahwa biskuit yang dimaksud adalah sagu kering yang jika dicelup di air putih warnanya menjadi keruh. Tatkala biskuit habis maka mereka terpaksa memakan kotoran tikus yang dicampur hampas gergaji, bahkan ada yang mengunyah tiang kapal.
Tanggal 6 Maret 1521 mereka mencapai Guam. Mereka yang selamat telah melewati tidak kurang dari 90 hari tanpa makanan dan minuman segar. Setelah mengambil perbekalan yang cukup mereka melanjutkan perjalanan hingga tiba di Cebu sepuluh hari kemudian, 16 Maret 1521. Cebu saat itu dipimpin seorang raja bernama Humabon. Armada Magellan tidak menyia-nyiakan waktu, karena misi 3G (Gold, Gospel, Glory) sesuai anjuran “Pergilah, dan jadikanlah semua bangsa milik-Ku” (Mat 28 : 19).
Ia berhasil memperdaya raja Cebu itu pada 14 April 1521 termasuk keponakannya, juga Raja Kolambu dari Limasawa pun dibaptis bersama 500 pengikutnya. Sehari setelah itu Ratu Cebu dan Ratu Limasawa menyusul dibaptis. Nama mereka diganti dengan nama Spanyol, Raja Humabon menjadi Carlos, Raja Kolambu menjadi Juan, Ratu Cebu menjadi Juana dan Ratu Limasawa menjadi Isabel. Dalam seminggu kurang lebih 800 orang laiki-laki, perempuan dan anak-anak berhasil dibaptis menjadi Kristen.
Kesuksesan di Cebu ingin dilanjutkan di Mactan, dengan modal dukungan dua kerajaan Kristen yang baru terbentuk, Magellan merasa mampu menaklukkan Mactan. Sebab menurut cerita yang didengar Magellan, orang-orang Mactan lebih kritis dan kurang bersahabat dengan Spanyol. Mactan yang merupakan ibukota kerajaan Lapu-lapu adalah yang paling bandel membayar upeti kepada Spanyol. Tanggal 27 April Magellan mengerahkan armadanya diikuti 30 kapal berpenumpang 1000 tentara Humabon. Pasukan Magellan tidak diinformasikan bahwa orang-orang Mactan yang menghuni pulau Lapu-lapu adalah petarung ulung.
Setelah tiba di pantai Lapu-lapu, Magellan menyuruh pasukan Humabon tetap di kapal sementara ia dan pasukannya yang masih lemah akibat perjalanan panjang turun memantau situasi di daratan pada tanggal 28 April 1521. Saat itulah Magellan tewas terkena pana bersama tujuh kru kapalnya sementara Enrique menghilang entah kemana. Pasukan Humabon pun lari kucar-kacir meninggalkan Lapu-lapu kembali ke Cebu, dimana Enrique pun sudah ada disana.
Di belakang hari, Enrique bersepakat dengan Raja Humabon untuk membantai orang-orang Spanyol dan yang dirancang selamat hanya dia, beberapa orang Spanyol lainnya termasuk Frater Valderama. Kapten Juan Serrano dan semua awak Conception sebanyak Sembilan belas orang terbunuh. Juan Sebastian del Canno dan De Espenosa selamat karena tidak menghadiri jamuan makan malam Raja Humabon.
Pengisahan berdasarkan sumber Pigafetta di atas melepaskan kawasan Filipina seolah negeri ini kawasan kaum pagan padahal wilayah ini adalah negeri para raja. Cebu di tahun 1521 telah berpenduduk Muslim. Justru orang-orang Spanyol mendapati daratan itu dihuni oleh orang-orang “Moor” (sebutan untuk kaum Muslim di Andalusi tempo hari) yang menolak kehadiran bangsa “kafir” di negeri mereka.
Dalam catatan sejarah, Islam masuk ke wilayah Filipina Selatan, khususnya kepulauan Sulu dan Mindanao pada tahun 1380 yang dibawa oleh seorang tabib dan ulama Arab bernama Karimul Makdum dan Raja Baguinda tercatat sebagai orang pertama yang memeluk dan menyebarkan Islam di kawasan tersebut. Terjadilah pertempuran yang menewaskan pemimpin eskpedisi, Ferdinand Magellan. Tragedi kematian Magellan oleh sang narator Pigafetta, bahwa Magellan dibunuh oleh “kaum barbar yang nyaris telanjang bulat”, untuk menggambarkan tingkat keprimitifan orang-orang Filipina yang sebenarnya adalah etnis Melayu.
Di Luzon, dimana kota Manila berada sebelumnya hanya ada sebuah pemukiman muslim di mulut Sungai Pasig sepanjang pesisir Teluk Manila. Asal nama “Manila” itu sendiri adalah dari kata fii amanillah yang secara harfiah berarti “dalam lindungan Allah.” Pada pertengahan abad ke-16, area sekitar Manila diperintah oleh tiga raja Muslim yaitu: Raja Sulayman dan Raja Matanda di komunitas selatan Sungai Pasig dan Raja Lakandula di utara. Mereka juga mengadakan hubungan dengan Kesultanan Brunei, Sulu, dan Ternate di Cavite.
Pada 1570, sebuah ekspedisi Spanyol di bawah Miguel López de Legazpi membentuk pendudukan Manila. Bawahannya, Martín de Goiti, pergi dari Cebu dan sesampainya di Manila, ia diterima oleh orang-orang Tagalog Muslim. Walau begitu, Goiti tetap menyerang Manila dengan pasukan sebesar 300 orang. Legaz datang setahun kemudian dan membuat perdamaian dengan para raja. Ia membuat sebuah dewan kota dengan anggota 15 orang. Intramuros yang dikelilingi tembok dibangun untuk melindungi para prajurit Spanyol dan keluarganya. Pada 10 Juni 1574, Raja Phillip II dari Spanyol memberi gelar Insigne y Siempre Leal Ciudad (Distinguished and Ever Loyal City) pada Manila. Manila menjadi ibu kota Filipina pada 1595 dan menjadi pusat perdagangan perak trans-Pasifik.
Kembali ke tragedi Lapu-lapu, kapal Conception dibakar di pulau Buhal karena mengalami kerusakan parah dan tidak ada lagi yang bisa mengawaki dan menakhodainya. Tinggal Victoria dan Trinidad yang melanjutkan perjalanan ke Kepulauan Rempah. Awak yang selamat harus terus berlayar mencari Kepulauan Rempah yang entah dimana.
Victoria dan Trinidad terus berlayar ke Selatan dan sempat tersasar ke Brunei di pulau Borneo lalu mengitari ujung utara pulau itu memasuki Magindanao dan Sarangan. Disini mereka meminta dua orang Moor (sebutan orang Islam) yang sudah sering berlayar melalui jalur tradisional menuju Kepulauan Rempah. Pada tanggal 6 November 1521, armada De Elcano tiba di gugusan pulau yang dikenal oleh “seorang budak Magellan asal Melayu” yang dipungutnya sewaktu berada di Malaka pada ekspedisi pertama, yang mengenal kedua pulau kerucut yang menjulang ke cakrawala sebagai Ternate dan Tidore.
Budak Melayu bernama “Henrique” (dalam sebutan ala Pigafetta dalam sebutan Spanyol kemudian dihispanikkan menjadi Enrique) menjadi kunci dari petualangan mengelilingi dunia penuh resiko ini. Siapakah Enrique de Moluccas atau Enrique de Negro (si Kulit Hitam)? Beberapa mengklaim bahwa Enrique berasal dari negeri mereka. Penulis Malaysia, Harun Aminurrashid menyebut Enrique Maluku nama aslinya Panglima Awang. Juga penulis Melayu yang lain, Abdul Latif Talib menyebut Enrique Melaka asal Melaka. Begitupun orang Filipina mengklaim Enrique de Negro berasal dari Visayas (Cebu).
Semua orang dapat mengklaim seperti itu tetapi penulis, sejarawan dan sastrawan asal Spanyol, Bartholome Leonardo de Argensola (1563-1631) yang terbit di London tahun 1708, menyebutkan Henrique asli Maluku. Argensola hidupnya tidak berselisih jauh dengan suksesnya Armada de Moluccas pimpinan Magellan. Kenapa lima kapal tersebut dinamakan Armada de Moluccas, bukan kata Armada de Malaka atau Armada de Phillipine?
Di belakang hari, “budak” Magellan ini diketahui bukan orang Melayu melainkan orang Maluku (kemungkinan dari pulau Tidore) yang bernama Enrique de Moluccas (Enriko Maluku) seperti dibahas dalam Clavis Mundi oleh Helmy Yahya dan rekan (2022).
Riset tim Clavis Mundi ini antara lain mengambil dari sumber-sumber primer antara lain De Moluccis Insulis karya Maximillianus Transylvanus (Asisten dan Notulen Raja Charles I Spanyol) dan yang paling aktual adalah film animasi Spanyol, Elcano & Magallanes La Primera Vuelta Almundo, dimana di menit 24:00-26:00 Enrique menawarkan diri untuk memandu perjalanan ke Maluku dan menjadi penerjemah kepada kapten-kapten Armada yang kesulitan mengakses rute. Kebetulan Enrique seorang polyglot, yang menguasai beberapa bahasa asing. Dan karena keahliannya itu ia mendapat bayaran tertinggi, 1.500 maravedu per bulan di atas pelaut senior yang hanya menerima 1.200 maravedu.
Dalam film animasi Spanyol di atas di menit 60:02, Elcano mendekati Enrique yang terluka dalam pertempuran dengan Lapu-lapu dan berkata “We’ll get you back home, I promise”, yang menyiratkan pengakuan Spanyol atas asal-usul Enrique, Maluku.
Menutup artikel ini, konfirmasi yang bisa dikemukakan terkait dengan sosok Enrique de Moluccas sebagai orang Maluku adalah daya tahannya yang kuat selama perjalanan dari Spanyol ke Tidore. Jika rekannya yang lain kehilangan stamina karena malnutrisi, Enrique tetap bertenaga karena sepanjang perjalanan ia bisa mengonsumsi ikan mentah (gohu) tanpa dukungan karbohidrat sekalipun. Jika disebut, Enrique orang Maluku dari pulau Ambon, Seram atau pulau-pulau di selatan Maluku, tentu dia tidak akan mengenal dua puncak kembar Ternate dan Tidore di tanggal 8 November 1521.
Sebagai catatan kritis untuk Clavis Mundi, orientasi geografis, sosiologis dan antropologis masih terasa kurang menggambarkan wilayah Maluku yang sebenarnya. Apalagi si Datuk yang rasanya bukan orang asli Maluku. Sebutan “beta” untuk “diri sendiri” lebih berasa Melayu (Ambon) dibanding Maluku Utara.
Jika ia berasal dari Maluku Tengah dan Tenggara, penggunaan frasa “beta” belum sesuai dengan kultur Enrique yang orang Maluku Utara. Para penulis perlu meriset kembali wilayah Maluku umumnya dan Maluku Utara khususnya untuk lebih memberi daya temptasi bagi novel ini dalam perbaikan dan penerbitan edisi berikutnya. (*)
Ciputat, 27 Desember 2022.
Simak berita dan artikel porostimur.com lainnya di Google News