Oleh: Dino Umahuk, Sastrawan Indonesia
Istilah “egoisme” berasal dari bahasa Yunani yakni ego yang berarti “Diri” atau “Saya”, dan -isme, yang digunakan untuk menunjukkan filsafat. Dengan demikian, istilah ini secara etimologis berhubungan sangat erat dengan egoisme.
Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah “egois”.
Hal ini berkaitan erat dengan narsisme, atau “mencintai diri sendiri,” dan kecenderungan mungkin untuk berbicara atau menulis tentang diri sendiri dengan rasa sombong dan panjang lebar. Egoisme dapat hidup berdampingan dengan kepentingannya sendiri, bahkan pada saat penolakan orang lain. Egoisme sering dilakukan dengan memanfaatkan altruisme, irasionalitas dan kebodohan orang lain, serta memanfaatkan kekuatan diri sendiri dan / atau kecerdikan untuk menipu.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, Egois berarti mementingkan diri sendiri. Hal ini paling tidak paralel dengan apa yang pernah diungkapkan oleh Erich Fromm dalam bukunya “Man for Himsel”, bahwa orang yang selfish (egois) tertarik hanya pada dirinya sendiri. Tidak merasa senang kalau memberi, tapi hanya senang kalau mendapatkannya. Karena orang yang bersifat egois tidak mempunyai minat untuk mengetahui keperluan-keperluan sesamanya.