Ekspresi Tanpa Empati: Nongkrong Malam dan Krisis Komunikasi Sosial

oleh -163 views

Oleh: Imanuella Viany Tahapary, S.I.Kom

Di beberapa lingkungan padat penduduk, kebiasaan anak muda nongkrong larut malam sambil bernyanyi keras seolah sudah menjadi hal yang biasa. Di Ambon, misalnya, pemandangan seperti ini tidak asing: duduk bergerombol, tertawa keras, diiringi musik kencang, bahkan sampai dini hari. Aktivitas ini seringkali dianggap sebagai bentuk ekspresi dan kebebasan anak muda. Tapi di sisi lain, tidak sedikit warga yang merasa terganggu dan kehilangan kenyamanan.

Kalau dilihat dari sudut pandang ilmu komunikasi, sebenarnya hal ini bisa dikaitkan dengan apa yang disebut kompetensi komunikasi interpersonal. Menurut Spitzberg dan Cupach, komunikasi yang efektif itu bukan cuma soal berani bicara, tapi juga harus sesuai dengan konteks dan situasi. Artinya, ekspresi diri tidak boleh mengabaikan kenyamanan orang lain apalagi di ruang sosial bersama seperti lingkungan tempat tinggal.

Jurgen Habermas bahkan menyebut kondisi seperti ini sebagai bentuk krisis ruang publik. Ketika ruang bersama tidak lagi digunakan untuk saling memahami, tapi hanya menjadi panggung bagi ekspresi sepihak yang kadang berisik dan tidak sensitif, maka fungsi sosial dari komunikasi jadi hilang.

No More Posts Available.

No more pages to load.