Keempat, tantangan klasik demokrasi Indonesia, terutama terjadi dalam perhelatan pilkada adalah menyeruaknya isu primordialisme identitas dalam bentuk agama dan suku. Dua isu ini sangat laris “dijual” di beberapa wilayah tanpa disadari daya rusaknya, tidak saja terhadap demokrasi, tetapi juga terhadap kehidupan masyarakat sangatlah tinggi. Memainkan isu agama dan suku berarti menyulut sumbu konflik horizontal mematikan. Apapun hasil dan tujuannya tidak akan sebanding dengan nyawa dan generasi yang dikorbankan. Sayangnya, di beberapa wilayah, isu ini justru menguat karena dimanfaatkan oleh oknum-oknum politik praktis.
Empat dinamika di atas harus kita akui membayangi penyelenggaraan Pilkada 27 November mendatang. Ini adalah risiko atas pilihan demokrasi langsung yang telah kita tetapkan. Berjalan mundur tentu tidak mungkin; yang dapat bersama-sama kita lakukan, dengan perannya masing-masing, adalah menjaga agar daya rusak yang ditimbulkan tidak mengorbankan masa depan bangsa, sembari berharap demokrasi hari esok akan lebih baik. (*)