NYA’A
Seorang anak perempuan
menunggu ayahnya pulang
Menyeduh kopi panas
mengghujam dapur gaba-gaba
dia berharap rasa
agar tak hampa di para-para
Rindunya mengepul
membumbung awan
kadang ia berlari ke pantai
mencari jejak yang tumbuh di pasir
lalu bernyanyi pada deru gelombang
“Nya’a…mu ano si irai inia”
sejauh berlari, semerdu bernyanyi
hanya menemukan jejak sunyi
dia menyadari
titik redah adalah takdir.
Masohi, 18 April 2020.
========
PAPACEDA
Jumat sunyi di pekan suci
Suara Salam-Sarane memantul dari segala tanjung
Mengalir mantra-mantra lautan
Menembus tanah-gunung tujuh lapis langit
Sudahkah beta menjadi beta?
Atau ale menjadi beta?
Ale, beta, sudahkah menjadi katong?
Pada senja kita belajar
Bahwa kita hanyalah Papaceda di tepi meti
Akan rapuh oleh gelombang waktu
Dan tersisa itulah keabadian
Ilahi…
KepadaMu kita bermunajat
Dari rindu yang terpapar wabah
Jauhkan bencana dari negeri ini
Kelak, kami mencium aroma Gaharu.
Masohi, 10 April 2020
==========
PERAWAT
Kepada nama itu
Yang sedang memuji sunyi
Di ruang hening isolasi
Salam rindu heningkan cipta
Jangan pernah layu
Meski dahan-dahan jatuh
Seperti corona memusnahkan apa saja
Apatalagi rindu
Selepas pandemi
Kita berdebur di tanah laut
Menanak rindu
Menghapus sunyi.
Masohi 5 April 2020
========
DUA PULUH LIMA
Dua puluh lima
Empat hari besar
Dua ribu dua puluh
Langit retak jatuh dan bergerak