Hanya beberapa hari menjelang pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden, manuver politik Nasdem dan PKB membuat peta politik pemilihan presiden menjadi berantakan. Keduanya dituduh pengkhianat oleh anggota partai politik koalisi lainnya.
Tetapi, yang sebenarnya terjadi bukan persoalan pengkhianatan, melainkan konsekuensi logis dari sistem presidential threshold (20 persen), yang membuat partai politik kehilangan kedaulatan.
Partai politik tidak bisa mendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden secara independen. Semuanya harus berdagang sapi, negosiasi, kadang kala sampai kehilangan harga diri.
Ketika kemudian ada tawaran kerjasama atau koalisi yang lebih menguntungkan, maka setiap partai politik akan bermanuver untuk memaksimalkan kepentingannya.
Misalnya, apakah salah kalau PKB menerima tawaran Nasdem untuk mendukung Cak Imin menjadi calon wakil presiden Anies Baswedan? Apakah salah kalau Cak Imin bersedia menjadi wakil presiden Anies Baswedan, mengingat nasibnya di KKIR masih terombang-ambing tidak jelas?
Tentu saja, partai politik koalisi yang ditinggal bermanuver seperti Partai Demokrat menjadi sakit hati. Kemungkinan besar mereka akan saling membenci, dan memicu perpecahan bangsa. Artinya, presidential threshold (20 persen) secara langsung telah menjadi penyebab perpecahan bangsa. Tidak bisa tidak.