Gereja Meradang, Ekstremis Yahudi Terus Berulah

oleh -44 views
Patung Yesus Kristus dirusak ekstremis Yahudi di Gereja Pencambukan di Kota Tua Yerusalem, Kamis (2/2/2023). | AP Photo/Mahmoud Illean

Porostimur.com, Yerusalem – Serangan-serangan pemukim Israel terhadap gereja-gereja Kristen mendapat kecaman. Aksi-aksi tersebut dinilai tak lain adalah tindakan terorisme. 

Sekretaris Jenderal Dewan Gereja Dunia (WCC) Jerry Pillay mengutuk serangan ekstremis Yahudi yang terjadi di Gereja Getsemani, juga dikenal sebagai Gereja Semua Bangsa, di Yerusalem Timur yang diduduki. Ia menyatakan solidaritas dengan Patriarkat Yerusalem dalam menyerukan untuk perlindungan internasional terhadap tempat-tempat suci.

“Serangan mengerikan ini, yang tampaknya sengaja menargetkan para pemimpin agama, merupakan pelanggaran berat terhadap hukum internasional,” katanya dalam keterangan Selasa (22/3) dilansir kantor berita Palestina Wafa

“Kami berdiri dalam solidaritas dengan Patriarkat Yerusalem dan semua yang menyerukan perlindungan tempat-tempat suci, dan kami mengulangi seruan kami untuk perlindungan semacam itu selama hari raya Kristiani dan selama semua hari penting bagi semua komunitas agama,” ia melanjutkan.

Pillay menekankan WCC sangat prihatin dengan meningkatnya serangan terhadap tempat-tempat suci di Yerusalem. Ia menganggap perlu untuk memfasilitasi pertemuan para pemimpin agama utama dalam waktu dekat untuk membahas apa yang dapat dilakukan untuk menghentikan “serangan yang tidak pantas ini terhadap para pemimpin agama, tempat-tempat dan institusi suci”.

Dalam sebuah pernyataan pada Ahad (20/3), Patriarkat Ortodoks Yunani di Yerusalem mengutuk apa yang digambarkannya sebagai “serangan teroris keji” yang terjadi pagi itu selama kebaktian Ahad, di tangan dua radikal Israel, yang menargetkan Gereja Getsemani di Yerusalem. 

Gereja itu diyakini sebagai lokasi makam ibunda Isa al Masih, Maria berada. Perempuan suci tersebut ditinggikan baik di agama Kristen maupun Islam. Patriarkat juga mengecam upaya untuk melukai secara fisik Uskup Agung Joachim, yang memimpin kebaktian, serta serangan terhadap salah satu pendeta di gereja.

Patriarkat menyesalkan kejahatan mengerikan itu, yang terjadi pada saat persiapan Prapaskah untuk perayaan Paskah dan ritual tradisionalnya, terutama Sabtu Cahaya Kudus.

Serangan itu menjadi penanda penderitaan musiman bagi umat Kristiani sebagai akibat dari pembatasan fisik yang diberlakukan oleh pihak berwenang Israel. Melalui berbagai pembatasan, umat Kristiani di Palestina kerap dicegah mencapai Gereja Makam Suci untuk beribadah.

Gereja juga menilai pentingnya menguatkan Perwalian Hashimiyah dari Yordania dan perlindungannya terhadap Situs Suci Yerusalem, termasuk Gereja Makam Suci, yang menjadi sasaran bentuk pelanggaran dan serangan yang menyedihkan di tangan organisasi radikal Yahudi. Patriarkat selanjutnya menuntut agar tindakan hukum yang diperlukan diambil terhadap semua yang terlibat dalam kejahatan teroris terhadap situs suci mana pun.

Sejak awal tahun ini, umat Kristiani di Palestina kerap dibuat resah oleh tindakan-tindakan kelompok Yahudi radikal. Reuters melaporkan, selama beberapa pekan pada Februari lalu, anggota komunitas Kristen di Kota Tua Yerusalem merasakan peningkatan intimidasi dan tekanan dari ultranasionalis Yahudi.

Awal bulan itu, seorang pria yang diidentifikasi oleh otoritas gereja sebagai seorang radikal Yahudi dipukuli dan ditahan setelah dia diduga merusak patung Yesus di Church of the Flagellation alias Gereja Pencambukan.

“Ini adalah gereja yang memperingati penderitaan Yesus, dan tepatnya di sini, melakukan (perusakan patung Yesus) adalah sesuatu yang sangat buruk,” kata Pastor Eugenio Alliata, yang bertanggung jawab atas koleksi arkeologi di Museum Terra Sancta.

Insiden itu mengikuti serangkaian peristiwa lainnya, termasuk grafiti yang bertuliskan “Kematian bagi Orang Armenia” dan “Kematian bagi Orang Kristen” ditulis dalam bahasa Ibrani di dinding Biara Armenia Saint James, awal Januari. 

Aparat Israel juga  telah meningkatkan patroli di sekitar situs-situs Kristen di Yerusalem. Gereja-gereja melaporkan kekerasan dan intimidasi oleh orang-orang Yahudi setelah pengambilan sumpah pemerintahan sayap kanan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

“Dalam dua bulan terakhir, menurut saya, sejak awal pemerintahan baru, serangan seperti ini menjadi sangat-sangat biasa terjadi. Dan masalahnya adalah kami merasa tidak ada yang bisa kami lakukan untuk mengatasinya,” ujar seorang pemilik restoran di Kota Tua, Miran Krikorian.

Selain perusakan patung Yesus, Patriarkat Latin Yerusalem, kantor Uskup Agung Katolik Roma ritus Latin Yerusalem, mengatakan, setidaknya ada empat insiden vandalisme atau pelecehan kekerasan yang dilaporkan.

Salah satunya, sekelompok ekstremis Yahudi melemparkan kursi dan meja di sekitar area dekat markas Kustodi Tanah Suci. Hal ini menciptakan “medan pertempuran” di kawasan Kristen. Sementara di tempat lain, pemakaman Kristen di Yerusalem juga dirusak.

Umat Kristiani telah tinggal di Yerusalem tak lama setelah agama tersebut terbentuk tak lama selepas Isa Almasih diangkat pada abad pertama. Mereka sempat mengalami persekusi dari umat Yahudi dan penganut pagan saat itu.

Ketika Kaisar Konstantin dari imperium Bizantium Roma beralih ke Nasrani, agama itu kemudian jadi ajaran resmi kerajaan. Sejak itu kemudian umat Kristiani berkuasa di Yerusalem dan wilayah sekitarnya.

Pada 637 Masehi, kota itu jatuh ke tangan pasukan Muslim. Khalifah Umar bin Khattab datang sendiri ke kota itu untuk menerima penyerahan. Hal tersebut karena Sophronius, Uskup Agung al-Quds menetapkan syarat kota suci itu hendaknya diserahkan langsung kepada Khalifah.

Sejarawan At Tabari pada abad ke-9 mencatat, Umar saat itu menjanjikan perlindungan kepada umat Kristiani di Yerusalem. Ikrar itu disaksikan  para sahabat Nabi yang tersohor seperti Khalid Ibn Walid, Amr Ibn ‘Ash, Abdurrahman Ibn Auf, dan Muawiyah Ibn Abi Sufyan. 

sumber: republika