Oleh : Yoga E N
Guru ngaji kita sering mengutip pepatah Arab yang bunyinya, “Al adabu fauqol ilmu”. Adab lebih tinggi dari ilmu, begitu artinya. Bahwa sebaik-baik orang berilmu, adab tetaplah diutamakan. Bagi orang Islam, tanpa adab dan etika, seberilmu dan seberkuasa apa pun dirimu, derajatmu akan selalu dipandang rendah.
Dan meskipun pepatah itu dari Arab, orang Jawa sendiri punya konsep serupa itu, yaitu “unggah-ungguh” yang sangat dijunjung tinggi dan dipegang teguh. Untuk itulah ada tradisi “sungkem” dan “sowan” ke orang tua. Itu bukti orang Jawa sangat mengedepankan adab di atas ilmu, terutama ke orang yang lebih tua. “Ngilmu iku kalakone kanti laku,” orang berilmu bisa dilihat dari sikap dan tingkah lakunya.
Nilai kearifan Islam dan prinsip etika Jawa itu pudar setelah menyimak debat cawapres semalam. Siapa pun orang Jawa pasti bakal menghela napas panjang. Mengelus dada. Menggelengkan kepala dan terheran-heran. Tidak percaya ada orang Jawa yang sebegitu rendah unggah-ungguhnya, adabnya, etikanya. Gibran Rakabuming Raka, dialah orangnya.
Gibran mengolok-olok gelar profesor milik Mahfud MD, dan itu adalah sikap yang sangat kurang ajar. Gibran katanya adalah lulusan sekolah luar negeri, harusnya dia paham cara menghormati gelar seorang profesor. Begitu banyak cara debat yang elegan dan terhormat. Tapi Gibran memilih cara yang norak. Cara yang mempertontonkan sikap kurang ajar dan tidak beretika.