Gololi

oleh -53 views

Oleh: Sofyan Daud, Anggota DPRD Maluku Utara

Adalah suatu majelis/perkumpulan warga atau kepala keluarga yang melaksanakan tahlilan, tadzikiran rutin setiap malam Jum’at secara berkeliling, atau bergilir dari satu rumah ke lain rumah para anggotanya.

Gololi, bentuk ketiga dari kata “loli” (kitar, keliling; “kololi” (berkelililing, mengelilingi); dan “gololi’ (secara berkeliling, bergilir)”.

Praktik ini, bentuk kearifan lokal Moloku Kie Raha (sekarang Maluku dan Maluku Utara), yang masih eksis pada beberapa wilayah.

Link Banner

Di Tidore, praktik ini disebut-sebut “malam” oleh sebagian kalangan. Sebutan ‘malam”, terasosiasi pada malam-malam tertentu yang dipandang penting atau istimewa, menurut syariat Islam atau menurut keyakinan tradisional setempat.

Malam Jum’at, oleh muslim diistimewakan, untuk beribadah, berdoa atau saling mendoakan, bersilaturrahim.

Karena sesuai syariat Islam Hari Jum’at memiliki banyak keutamaan – hari raya kaum muslim dan hari gajinya kaum fakir. Banyak anjuran ibadah dan muamalah yang patut dilakukan pada hari Jum’at (sholat sunat, baca quran, bersholawat, beristigfar, silaturrahmi, bersedekah, dsb.

Selain malam Jum’at, ada juga malam Senin dan malam Kamis, yang biasanya dijadikan malam memunajatkan doa, dorora (permohonan), yang dilakukan oleh para Jou Guru (Joguru), para Sowohi dan para Gimalaha. Tempat pelaksanaannya bisa pada satu tempat yang sama atau di tempat yang terpisah,

Baca Juga  Vinicius On Fire, Ancelotti Beri Pujian

Dalam konteks ini, dapat dijumpai bagaimana para leluhur menghayati dan memanifestasikan nilai-nilai spiritualitas dan kosmologitas, juga bagaimana mengelola hubungan antara hamba dengan Tuhan, antar sesama hamba, dan hamba dengan alam dan makhluk bumi lainnya.

Kembali ke Gololi. Praktik ini memanifestasikan spiritualitas keagamaan, khususnya Islam. Ada praktik ritual keagamaan, penguatan silaturrahim, praktik infak dan sadaqah, berbuuat kebaikan dan kebajikan seperti bertolong menolong dalam kebaikan dan taqwa.

Ada pula ekspresi dan manifestasi solidaritas sosial, empati, gotong royong dan sebagainya, yang jika ditlisik akan tampak khasanah astrologisnya yang luas dan dalam.

Spektrum solidaritas dan pendayagunaan modal sosial dan modal kapital dalam Gololi cukup luas, mulai dari antisipasi jika ada keluarga anggota Gololi yang menikahkan anaknya, atau sakit, musibah kedukaan, khitanan, kekurangan biaya sekolah, bahkan hingga saling bantu atau dukungan membangun rumah.

Baca Juga  Budaya Selfie Picu Orang Operasi Plastik Demi Terlihat Seperti Filter Foto

Praktiknya sederhana. Setiap “malam” Gololi, para anggota yang hadir dalam majlis tahlilan atau tazkiran membawa iuran yang jumlahnya disepakati bersama untuk uang kas Gololi.

Sementara untuk hajatan tertentu semisal ada yang menikahkan anaknya, mengkhitan anaknya, membangun rumah, atau berduka, para anggota ikut menunggumu sejumlah dana, bahan, atau material yang jenis maupun jumlahnya sudah disepakati bersama-sama.

Ternyata dulu orang tua dan leluhur kita lebih maju dalam manajemen pitensi sosial, lebih baik dalam mengantisipasi kemungkinan bila ada hajat-hajat besar warga, terutama mereka yang kurang mampu.

Saya tidak bermaksud mengatakan bahwa sekarang kita mundur jauh, di banding orang tua apalagi leluhur kita.

Saya hanya berpikir, agaknya kita mesti sudi kembali belajar kebaikan dari masa lalu. bahkan mesti segera “kembali” ke masa depan, bila arah masa depan kita sekarang ini belum kunjung pasti.

Baca Juga  Mendagri Sebut Pemkab Buru Selewengkan Gaji Dokter untuk Bayar Utang Proyek

Suba se salam malape tabea. (*)