Oleh: Yusuf Blegur, Kolumnis
Dua kali pilpres di Indonesia, atmosfer politik nasional dominan diwarnai pertarungan Jokowi dan Prabowo. Kali ketiga, mereka bersanding membangun konspirasi politik kekuasaan. Akankah kongsi Jokowi dan Prabowo berjalan langgeng dan menempatkan kepentingan rakyat, negara dan bangsa Indonesia di atas segalanya?.
Jawaban dari pertanyaan di atas kecenderungannya hanya bisa didapat dari seiring waktu berjalan. Apakah hubungan Jokowi dan Prabowo terjalin karena kesamaan ideologi dan politik?. Atau keduanya terpaksa karena tidak ada pilihan lain dan karena kepentingan sesaat semata?. Bagaimana kelanjutan relasi keduanya pasca pilpres 2024, menjadi pasangan yang harmonis layaknya pernikahan untuk jangka panjang, atau singkat bercerai dan saling membunuh (menegasikan)?.
Ada beberapa analisis menarik dari hubungan keduanya terkait politik pilpres dan proyeksi Indonesia kedepan, antara lain sebagai berikut:
1. Struktur bangunan sosial-politik antara Jokowi dan Prabowo tersusun dari pondasi yang tidak stabil alias rapuh dan rawan konflik
Meski menikmati simbiosis mutual dari perkoncoannya, antara Jokowi dan Prabowo menyimpan pasang-surut dan bahaya laten berupa siapa paling menentukan, paling berpengaruh dan paling menguasai atas negara ini di antara keduanya. Indikasi hal tersebut bisa dilihat dari keduanya saling memuja-muji, terkesan menjilat dan tanpa “reserve” namun tidak berselang lama saling menyindir, menghujat dan merendahkan. Terlihat interaksi keduanya lebih substansal dan esensial hanya saling memanfaatkan dan siapa yang paling pintar dalam mengambil momentum politik. Mereka dipertemukan tidak lebih dari soal politik kekuasaan bukan karena faktor kepemimpinan nasional yang kuat dan orientasi kebangsaan.