Oleh: Paman Nurlete, Direktur Eksekutif Masyarakat Pemantau Kebijakan Publik Indonesia
Ruang publik Maluku belakangan ini, dilanda dengan hujan narasi konfrontatif dan provokatif antara pendukung Gubernur Murad Ismail dan Ketua DPRD Maluku Benhur Watubun.
Hal ini, bermula dari Ketua DPRD Provinsi melontarkan pernyataan bahwa Gubernur Maluku malas hadiri sidang Paripurna, sebagai jawaban atas pertanyaan awak media.
Lantas apakah pernyataan Ketua DPRD, yang demikian tidak diperbolehkan sebagai bagian dari melaksanakan tugas, fungsi dan kewenangan ? Dan apakah sikap gubernur malas hadiri sidang Paripurna merupakan sebuah pelanggaran?
Dua pertanyaan kritis di atas perlu dijawab secara objektif, rasional dan ilmiah dengan menggunakan referensi yang sahih, sehingga publik tidak menjadi gaduh melalui penggiringan opini negatif oleh para politisi hitam.
Perlu dipahami pernyataan ketua DPRD mengkritik Gubernur Maluku malas hadiri sidang Paripurna, baik secara hukum maupun etika bukan sebuah larangan, sehingga hal itu diperbolehkan. Sementara sikap Gubernur Maluku yang malas hadiri sidang Paripurna, bukan pelanggaran hukum, tetapi secara etika adalah sebuah pelanggaran. Apalagi rapat paripurna terkait dengan pemberhentian.