Keberkahan waktu dapat kita lihat di sejarah hidup tokoh-tokoh Islam sejak masa sahabat. Mereka berhasil melahirkan prestasi besar hanya dalam masa yang sangat singkat sehingga agak sukar diterima logika “zaman hilang berkah” kita ini.
Zaid bin Tsabit, misalnya, berhasil melaksanakan perintah Nabi ﷺuntuk menguasai bahasa Yahudi (Suryaniah) percakapan dan tulisan hanya dalam 17 hari saja. Padahal pada saat itu belum ada alat bantu modern audio visual seperti sekarang ini. Bandingkan dengan kita yang memerlukan masa bertahun-tahun untuk mempelajari bahasa Arab atau Inggris tanpa memperoleh hasil yang membanggakan.
Para penulis biografi menceritakan bahwa Ibnu Arabi (ahli hadits dan fiqih mazhab Maliki asal Andalusia) berhasil menulis berbagai buku-buku besar dan penting, salah satunya sebuah tafsir setebal delapan puluh ribu lembar halaman.
Imam Al-Ghazali yang hanya hidup 55 tahun, dan Imam an-Nawawi yang hidup hanya 45 tahun, namun berhasil menulis banyak kitab berharga berjilid-jilid. Siapa yang pernah mencoba menulis buku pasti tahu betapa besar “keberkahan” yang Allah berikan kepada waktu para ulama ini.
Sebagai manusia biasa, mereka memiliki waktu sama dengan kita satu bulan terdiri dari empat minggu, satu minggu terdiri dari tujuh hari, dan satu hari terdiri dari 24 jam. Namun keberkahan dalam waktu memungkinkan mereka berkarya dan membuahkan prestasi lebih banyak dari kita.