Bunyinya begini, Ojo podo sembrono, mentang-mentang lagi kuwoso, urip iku mung sedelo, ojo gawe rakyat sengsoro (jangan mentang-metang lagi berkuasa, kalian jangan seenaknya, hidup tidak lama, maka jangan bikin rakyat sengsara).
Sejarahwan Asvi Warman Adam dalam artikelnya berjudul, Gus Dur Pahlawan HAM (Kompas, 18 Juli 2005 empat tahun setelah Gus Dur tidak jadi presiden) bercerita peristiwa pada malam kesenian yang diadakan Perhimpunan Inti Indonesia – Tionghoa, 17 Agustus 2004, di Graha Sarbini, Jakarta.
Ketika acara telah dimulai para tokoh terhormat datang, pertunjukan terus berlangsung (maksudnya tidak menghiraukan kedatangan mereka).
“Tetapi ketika Gus Dur masuk ruangan bersama istrinya, tanpa komando (pengumuman) seluruh hadirin berdiri, memberi rasa hormat,” kata Asvi Warman Adam.
Kisah ini saya masukan dalam tulisan ini, karena saya hadir di acara itu. Sekujur tubuh saya merinding. Saat itu saya duduk di bagian yang dilewati Gus Dur. Saya sempat menyapa, Gus.
Saya belum menyebut nama saya, tapi beliau langsung kenal suara saya. “Eeee, Mas Osdar, ” sapa Gus Dur. Saya hampir melelehkan air mata.
sumber: kompas.com