Hizbullah terus menekan Israel sebagai bentuk solidaritas dengan Hamas, dengan menembakkan rudal ke perbatasan yang telah memaksa ribuan warga Israel mengungsi. Sementara itu, Israel telah membalas dengan serangan di Lebanon selatan.
Sementara itu, sekutu-sekutu Israel, termasuk AS, telah berupaya untuk mencegah konflik yang lebih luas sambil mengerahkan lebih banyak pasukan ke Timur Tengah untuk menghalau Iran dan sekutunya.
Namun Israel kini memerangi Hizbullah, membunuh beberapa pemimpin senior kelompok tersebut di Beirut sejak Jumat pekan lalu dan melancarkan serangan rudal yang menurut otoritas kesehatan Lebanon telah menewaskan sekitar 550 orang.
“Israel telah membuat keputusan untuk meningkatkan ketegangan,” kata Wechsler. Menurutnya, Israel sudah tahu Hizbullah akan menyadari bahwa merespons dengan kekuatan penuh dapat memicu serangkaian peristiwa yang mengakibatkan kehancurannya.
Efek Keterlibatan AS
Setelah perang tahun 2006 dengan Israel, Hizbullah mulai menimbun senjata sebagai pencegah dan ancaman. Dengan bantuan Iran, Hizbullah memperoleh tidak hanya rudal tetapi juga senjata berpemandu presisi dan sistem pertahanan udara.
Namun, kata Wechsler, dalam skenario di mana Hizbullah menggunakannya untuk efek yang paling menghancurkan—yang dapat membunuh puluhan ribu warga sipil, menyebabkan pemadaman listrik, dan menghancurkan infrastruktur— Pasukan Pertahanan Israel (IDF) akan memiliki kapasitas untuk membalas dan menimbulkan kerusakan besar pada Hizbullah sebagai respons.