Ia telah melepaskan dirinya dari ummat Islam yang semula menjadi anggota dalam tubuhnya, kemudian ia bergabung dengan akal hati dan keinginannya kepada musuhnya. Inilah yang dimaksud dalam sabda Rasulullah SAW sebagai berikut, “Attaariku lidiinihi, al mufaariqu lil-jamaa’ati” (orang yang meninggalkan agamanya dan yang memisahkan diri dari berjamaah) sebagaimana tersebut dalam haditsnya Ibnu Mas’ud yang muttafaq’alaih.
Kata “Al Mufariqu lil jamaa’ati” ini sifat secara umum yang tampak, bukan eksplisit, maka setiap orang yang murtad dari agamanya berarti memisahkan diri dari jamaah.
“Apapun dosanya kita tidak ingin membedah hatinya dan memugar rumahnya, kita tidak mengatakan sesuatu kepadanya kecuali sesuai dengan apa yang ia katakan secara terang-terangan melalui lisan, pena dan perbuatannya yaitu dari sesuatu yang menjadikan ia kufur yang terang dan nyata. Tidak perlu ada tatwil atau kemungkinan-kemungkinan lainnya, maka keraguan apa pun dalam hal itu bisa memberikan kemashlahatan orang yang dituduh murtad,” ujarnya.
Menurut al-Qardhawi, sesungguhnya bermain-main dalam menghukum orang murtad yang terang-terangan dan yang mengajak orang lain bisa membuka kesempatan bagi masyarakat seluruhnya untuk menghadapi bahaya dan bisa membuka pintu fitnah yang tidak ada yang mengetahui akibatnya kecuali Allah SWT.