Dalam kisah Isra Miraj, perjalanan agung Nabi Muhammad SAW berhenti di tempat terakhir di Sidratul Muntaha (سدرة المنتهى). Nabi SAW melakukan perjalanan istimewa dari Masjidil Haram Mekkah hingga ke tempat tertinggi Sidratul Muntaha hanya dalam satu malam.
Seperti apakah Sidratul Muntaha? Secara etimologi “Sidrah” bermakna daun, sedangkan “Muntaha” bermakna puncak atau penghabisan. Secara istilah Sidrah Al-Muntaha diibaratkan semacam stasiun akhir yang menjadi tujuan akhir perjalanan Mikraj Nabi.
Hal tersebut diungkapkan Nabi dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud: “Perjalananku berhenti di Sidratul Muntaha.”
Dari Anas bin Malik, dari Malik bin Sha’sha’ah, dari Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam:
“Kemudian aku dinaikkan ke Sidratul Muntaha”. Lalu Nabi mengisahkan: “Bahwasanya daunnya seperti telinga gajah dan bahwa buahnya seperti bejana batu”. Hadits ini dikeluarkan dalam ash-Shahihain dari Hadits Ibnu Abi Arubah. Hadits riwayat Al-Baihaqi. Asal hadits ini ada pada riwayat Al-Bukhari 3207 dan Muslim 164.
Ketika Rasulullah SAW diangkat ke Sidratul Muntaha, beliau diselimuti awan yang berwarna-warni. Itulah tempat terakhir Jibril menemani Rasulullah. Dalam satu riwayat disebutkan Nabi Muhammad SAW melihat wujud Malaikat Jibril dengan 600 sayapnya di Sidratul Muntaha. Setiap sayapnya menutupi ufuq langit dan dari sayap-sayapnya berjatuhan permata dan Yaqut serta lain-lainnya yang hanya Allah yang mengetahuinya.