Wali itu melakukan apa yang diperintahkan. Setelah bayinya lahir, lalu Nabi SAW memerintahkan untuk memberi hukuman. Perempuan itu diikat pada pakaiannya, kemudian dirajam. Selanjutnya beliau SAW mensalatkan jenazahnya.
Umar berkata pada Rasaulullah: “Apakah Tuan mensalatkan jenazahnya ya Rasulullah, sedangkan ia telah berzina?”
Beliau SAW bersabda: “Ia telah bertobat (sebenar-benarnya tobat), andai tobatnya itu dibagikan kepada 70 orang penduduk Madinah, pasti masih mencukupi. Adakah pernah engkau menemukan seseorang yang lebih utama dari orang yang suka mendermakan jiwanya semata-mata karena mencari keridhaan Allah ‘Azza wa jalla.” (HR Muslim).
Begitulah sekilas kisah pezina yang bertobat di masa Nabi. Menurut pandangan manusia ia hina karena perbuatannya, namun di sisi Allah ia mulia karena tobat (penyesalannya). Kisah ini memberi kita hikmah dan pelajaran berharga bahwa tobat nashuha mendatangkan pengampunan dan ridha Allah Ta’ala dan Rasul-Nya.
Apalagi mereka yang bertobat di bulan Ramadan, pahala berlipat dan pengampunan Allah akan menyelimutinya. Itu sebabnya banyak ulama menyebut Ramadan sebagai Syahrut Taubah (bulan bertobat) dan Syahrul ‘Ibadah (bulan beribadah) dan lainnya.
Tobat Hukumnya Wajib
Mengerjakan tobat hukumnya wajib dari segala macam dosa. Jika kemaksiatan itu terjadi antara seseorang hamba dengan Allah Ta’ala saja, maka tobat itu harus menetapi tiga macam syarat, yaitu:
1. Hendaklah berhenti dari kemaksiatan yang dilakukan.
2. Merasa menyesal karena telah melakukan kemaksiatan.
3. Berniat (bertekad) tidak akan mengulangi perbuatan maksiat itu untuk selama-lamanya.