Oleh: Moh Ramli, Kolumnis
_”Barang siapa diam melihat keadaan negara dan masyarakat dalam kerusakan, niscaya ia telah berkhianat pada tanggung jawabnya kepada kemanusiaan, yang merupakan asas dari kecendekiawanan itu.” Pidato Bung Hatta, pada hari Alumni Pertama Universitas Indonesia, 11 Juni 1957._
ORANG lapar biasanya akan terus makan hingga kenyang. Apalagi santapan itu amat lezat. Sudah kenyang pun ia akan terus mengisi perutnya hingga sulit berdiri dari tempat duduknya.
Demikian dengan orang yang lapar kekuasaan. Ia akan terus mencari cara agar kekuasaan itu terus didudukinya. Jalan pintas dengan kecurangan, dengan melanggar hukum, etika, moral, akan terus dilakukan demi kehormatan palsu tersebut.
Sampai kapan? Jika kemurkaan rakyat tak hendak menghukumnya, maka kematianlah yang bisa menghentikannya. Dan fase itu baru akan disadarinya, meminjam kata-kata terkenal dari KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), bahwa “tidak ada jabatan di dunia ini yang perlu dipertahankan mati-matian.”
Jika ditafsirkan dan direnungkan secara mendalam kata-kata dari ulama Nahdatul Ulama (NU) tersebut, bahwa jabatan sejatinya adalah alat untuk memberikan kontribusi secara, meminjam istilah Sudirman Said (2023) “kewajaran”.