Laut Kedelapan Dino Umahuk

oleh -135 views

“sedangkan laut begitu perih membentangkan luka”
(dari puisi “Sebab Engkau Terlampau Sering Memberi Alasan, 13)

“begitu lembut gelombang rindu”
(dari puisi “ Pada Satu Musim Sebelum Pancaroba, 41)

“kita adalah dua arus laut tak lerai
mengombak atau melandai
tahu kita alamat pantai”
(dari puisi “Amor Ido Atras, 10)

“dan seperti laut yang tak pernah habis kita layari
cinta yang kusimpan di sini pun tak habis-habis”
(dari puisi Biar Tak Mudah Memutus Temali di Musim Badai, 16)

Weslly Johanes saat membedah buku antologi puisi Betapa Laut Adalah Kamu

Laut Kedua: Gambaran mengenai fakta keberadaan manusia atau sekurang-kurangnya gambaran keterikatan yang bersifat menentukan antara aku/kau dan laut yang diselaminya. Dino Umahuk demikian sering mempertukarkan laut dengan aku/kau di dalam puisi-puisinya. Pada suatu waktu, laut menjadi metafora yang berbicara tentang aku/kau, dan pada waktu lain aku/kau menjadi metafora yang berbicara tentang laut. Pembaca akan dibuntuti pertanyaan seperti ini: Apakah menyelami laut adalah menyelami kamu? Atau apakah menyelami kamu adalah menyelami laut? Di dalam puisi yang menjadi judul antologi ini, laut dengan semua yang dimilikinya bahkan menggumpal menjadi sosok ‘kamu’ yang terus saja dirindukan.

Baca Juga  Gunung Ibu Erupsi Dahsyat Dini Hari Tadi, Kolom Abu Capai 2.000 Meter

Di atas semua itu, barangkali tidak berlebihan jika saya menulis demikian: Bagi penyair, laut adalah aku/kau, dan aku/kau adalah laut. Lantas apa artinya? Saya akan mengajak pembaca kembali ke sini untuk melihat konsekuensi etik dari pandangan yang mengikat aku/kau dengan laut ini, tetapi untuk sekarang beginilah gambaran keterikatan aku/kau dengan laut itu:

No More Posts Available.

No more pages to load.