Malari, Investasi dan Undang-Undang Cilaka

oleh -28 views

Oleh: Farid Gaban, Wartawan Senior

Pelajaran yang dipetik dari renungan itu akan bisa dipakai pula untuk menilai apakah kita layak mendukung atau menolak obsesi investasi ala Omnibus Law (UU Cipta Kerja) di era Jokowi sekarang ini.

Setelah protes mahasiswa sukses diredam, Orde Baru melanjutkan program perluasan ekonomi, dengan cara menarik investasi (asing maupun domestik) besar-besaran sampai rezim itu runtuh menyusul Krisis 1998.

Krisis 1998 menunjukkan bahwa investasi asing, yang dibuka lebar lewat deregulasi ekonomi dan keuangan sejak dasawarsa 1980, hanya menyembunyikan keroposnya fondasi ekonomi kita. Ekonomi kita rapuh meski ada pertumbuhan yang tinggi.

Di sisi lain, memicu ketimpangan yang makin besar. Deregulasi investasi menciptakan konglomerat baru, para kroni Soeharto dan kerabatnya, sumber korupsi kolosal. Dan ketika Orde Baru baik secara politik maupun ekonomi, rakyat harus berkorban menanggung bail-out dunia perbankan (pada dasarnya membantu para konglomerat).

Baca Juga  Akademisi Sebut Charlos Viali Rahantoknam Tokoh Sentral Elektoral Hanubun di Pilkada Malra

Yang miskin mensubsidi yang kaya. Negara terus menyunat subsidi sosial, terutama pendidikan dan kesehatan, untuk bisa menyisihkan cicilan utang akibat bail-out, bahkan sampai sekarang, 20 tahun kemudian.

Terjebak utang dan kesulitan moneter menyusul Krisis 1998, pemerintahan pasca-reformasi tak bisa lain kecuali makin tunduk pada kreditor dan investor. Program memikat investasi berlanjut pada masa Susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan kemudian diteruskan lebih agresif pada masa Joko Widodo, lewat antara lain penerbitan Omnibus Law belum lama ini.

No More Posts Available.

No more pages to load.