Oleh: Prof. Dr. Hannani, Guru Besar Hukum Islam/Rektor IAIN Parepare
DALAM kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada pilihan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum.
Islam, melalui ajaran-ajarannya yang komprehensif, memberikan panduan tentang bagaimana seharusnya kita menyeimbangkan keduanya.
Salah satu kaidah fiqh yang dapat dipedomani, yaitu “al-amal al-mutaaddi afdalu min al-amal al-qashir”, yang berarti: Amal sosial yang berimplikasi luas lebih utama daripada amal individu.
Prinsip ini mengajarkan kita untuk selalu mendahulukan kebaikan bersama di atas kepentingan pribadi.
Kisah Nabi Ibrahim AS yang rela mengorbankan putranya, Ismail AS, atas perintah Allah, adalah salah satu contoh paling ikonik dalam sejarah Islam tentang pengorbanan dan ketaatan yang tulus.
Perintah ini adalah ujian keimanan terbesar bagi Nabi Ibrahim, yang dengan ikhlas dan tanpa ragu bersedia melaksanakannya demi ketaatan kepada Allah.
Namun, pada saat terakhir, Allah menggantikan Ismail dengan seekor domba, menandakan bahwa pengorbanan terbesar Nabi Ibrahim adalah bukti keimanannya, bukan tindakan fisiknya.
Pengorbanan Nabi Ibrahim AS bukan sekadar cerita tentang ketaatan, tetapi juga tentang melepaskan ego dan nafsu duniawi demi mencapai ridha Allah.