Oleh: Muhammad Kamarullah, lulusan FISIP Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)
Dalam negara demokrasi di mana pemilihan umum (pemilu) menjadi aktivitas periodik lima tahunan, para kontestan baik legislatif ataupun eksekutif diberikan kesempatan melakukan kampanye. Kampanye menjadi wadah bagi para kontestan mensosialisasikan diri, visi-misi, serta gagasannya kepada masyarakat. Juga, sebagai serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak pada kurun waktu tertentu.
Jika dicermati, kampanye di negara maju seperti Amerika Serikat (AS), para pemilih merasa sangat penting mengenali dan memahami program para kontestan atau politisi. Sehingga para kandidat sangat berhati-hati dan teliti membuat dan menyampaikan program. Apabila kandidat tidak mampu meyakinkan masa pemilih dan para pendukungnya, atau terkena skandal atau kasus amoral, reputasinya akan mengalami penurunan di mata pemilih.
Begitu juga juru kampanye tidak mengumbar janji politik yang berlebihan. Hal ini karena masyarakat AS relatif memiliki kesadaran politik yang tinggi. Sehingga mereka turut aktif meramaikan suasana pemilu apalagi saat-saat kampanye. Bagi masyarakat AS, kampanye adalah saat yang menentukan di mana kandidat diuji. Kampanye sebagai ajang adu program, kekuatan pengaruh, pengenalan diri hingga kemampuan kepemimpinan dan sebagainya.