Oleh: Isa Ansori, Kolumnis dan Akademis
Langkah rasional perlu dilakukan dalam rangka memahami dinamika politik yang terjadi. Anies yang awalnya dijadikan musuh bersama oleh Jokowi dan Koalisi Istana, nampaknya agak bergeser, kini arah musuh bersamanya mulai berubah. Terjadi perang saudara di dalam Koalisi Istana, seperti yang terjadi pada kisah Mahabarata. Hubungan Megawati dan Jokowi yang sejatinya hubungan “saudara”, keluarga besar PDIP, antara anak dengan ibu, kini menjelma menjadi perebutan pengaruh dan kekuasaan. Ibarat gajah bertarung pelanduk mati di tengah.
Ganjar bagi Megawati bukanlah pilihan awal. Pilihan awal adalah Puan yang memang sudah dipersiapkan. Ganjar adalah produk yang dibuat oleh Jokowi yang diakomodir oleh Megawati. Sebagai politisi yang berpengalaman, Megawati tentu melihat gelagat kurang baik di balik penyodoran Ganjar. Ganjar hanya berbekal hasil survey, di satu sisi lemah dalam prestasi. Bahkan Ganjar belepotan dengan kasus Wadas dan kemiskinan di Jateng, meski saat itu sudah diumumkan bahwa Ganjar adalah Capres PDIP. Ironi bagi PDIP, klaim partai wong cilik, tapi banyak wong cilik di Jateng menjadi korban kebijakan Ganjar sebagai petugas partainya.
Konstelasi internal PDIP dan Koalisi Istana inilah yang membuat Ganjar sebagai pelanduk harus bersikap, kalau tidak, dia akan mati di tengah, pilihan Ganjar hanyalah bertahan di partai dan setia, sukarela menyatakan mengundurkan diri dari pencapresan, atau meninggalkan PDIP dan bergabung dengan partai politik lain, sebagaimana yang sudah dilakukan oleh Jokowi.