Oleh: Hamid Awaludin, Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia.
MAHKAMAH Konstitusi (MK), bastion keadilan kita di negeri ini, telah melayangkan surat panggilan kepada empat menteri: Airlangga Hartarto (Menko Ekonomi), Muhadjir Effendy (Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Budaya), Sri Mulyani (Menteri Keuangan), dan Tri Rismaharini (Menteri Sosial).
Para menteri tersebut dipanggil untuk memberi kesaksian dalam perselisihan hasil pemilihan umum presiden/wakil presiden (Pilpres 2024). MK telah membuat terobosan dan memberi harapan. Harapan tentang tegaknya demokrasi yang diproses secara jujur dan adil.
Apa arti pemanggilan tersebut?
MK memberi sinyal bahwa lembaga tersebut, dalam menyelesaikan sengketa Pilpres 2024, tidak ingin sekadar berkutat pada angka statistik yang rigid dan menganut pola mayoritas versus minoritas.
MK ingin keluar dari pakem bilangan dan angka, semisal berapa jumlah TPS yang bermasalah, berapa saksi yang menyaksikan kertas suara dilubangi sebelum jam pencoblosan, dan sebagainya.
MK berkehendak dan bertekad bahwa keadilan itu tidak bisa diukur hanya dengan deretan-deretan hitungan. MK ingin mewujudkan substansi keadilan.