Cerpen Karya: Almin Patta
Pada musim peneduh timur, kala putik bunga cengkih mulai merah merekah dan menguar bau harum semerbak; kala kenari, matoa, dan rao mulai memucuk bersama; kala kawanan besar burung kakatua raja dengan kicau nyaring nan berat ramai menggoda betina di atas dahan-dahan lentur pohon bedaru, Halima dan Haji Bakar tengah menyusuri jalanan panjang berbatu untuk menemui keluarga mereka yang sedang dipaksa membuka lahan untuk bandara baru di Laha.
“Berhenti dulu sebentar, Halima, kita buka dulu perbekalan itu, makan, istirahat barang sebentar kemudian nanti kita lanjutkan perjalanan ini,” kata Haji Bakar seraya menyandarkan tubuhnya ke batang pohon johar persis di tepi jalan raya penuh lubang-lubang itu.
“Berapa jauh lagi perjalanan ini, Haji?” tanya Halima setengah ngos-ngosan yang kemudian ikut menjatuhkan tubuhnya ke batang pohon di samping Haji Bakar
“Masih ada sekitar dua puluhan kilo lagi. Masih sanggup kamu?”
Halima menarik napas panjang, mengembuskannya perlahan sembari menatap lirih mata Haji Bakar, berkata:
“Sejauh apapun perjalanan ini, aku harus menemui bapak. Aku ingin melihatnya, juga mau menyampaikan kepadanya ibu sedang hamil sekarang ini. Kasim dan aku sudah tidak bersekolah lagi, juga rumah kami sering bocor kalau hujan badai tiba, dan masih banyak lagi yang akan aku sampaikan padanya, Haji.”