“Nanti kalau awannya sudah tidak ada, kita lewat jalur hutan biar tidak terbakar dipanggang matahari”
Halima hanya mengangguk tanpa sepatah kata pun, fokus dia menjejaki derap langkah Haji Bakar. Ini kali pertama dia menempuh perjalanan panjang begini macam. Gadis sekecil itu.
“Mungkin kita akan bertemu dengan gerombolan babi hutan. Tak usah takut, cukup diteriaki saja maka binatang itu akan lari terbirit-birit. Tapi babi hutan yang terluka lain cerita, Ima. Mereka ganas. Nanti kalau bertemu, cepat-cepat naik ke atas pohon pala”
“Kenapa pohon pala, Haji? Pohon yang lain tidak bisa?”
“Tentu semua pohon bisa Ima, tapi pohon pala lebih aman. Babi luka itu punya kebiasaan menyeruduk batang pohon. Nah, getah pala yang berwarna merah itu akan disangkanya darahnya sendiri, jadi pasti pergilah dia dari situ. Paham kau?”
“Paham, Haji. Tapi bicara soal babi, Haji tahu desas-desus yang sedang ramai di kampung tentang kopral Mus yang berubah jadi babi kemarin malam? Wate Kadir bersama Samin yang memergokinya berubah wujud di semak-semak belakang kebun singkong milik Haji Taib.”
“Hus. Tidak baik membicarakan aib orang lain begitu, Ima. Hanya karena dia juga ikut menangkap bapakmu lantas kau menyimpan dendam dan menyebarkan isu yang belum tentu benar itu.”