Natal dan Eksotisme Rempah

oleh -456 views

Selama Minggu Suci, kepala Patriarki Moskow mempersiapkan persediaan selama setahun, dimana campuran minyak, anggur, bunga dan rempah-rempah diaduk, direbus dan diaring, selama tiga hari terakhir untuk mengiringi pembacaan gospel non-stop.

Tidak ada definisi tegas akan bahan-bahannya, namun campuran tipikal masih dibuat berdasarkan standar Kitab Keluaran, yaitu terdiri dari minyak zaitun, kayumanis dan kasia, dengan tambahan rempah-rempah lain seperti cengkeh, jahe dan kapulaga. Ketika minyak sucinya diracik dan diberkati oleh sang kepala patriarki, lalu dituang ke dalam wadah suci untuk didistribusikan pada otoritas keuskupan di seluruh negeri. Otoritas penggunaan rempah-rempah terentang kembali dari sejak zaman Dionysius, yang menyebutnya “aroma penuh rahmat dari beraneka ragam berkah Roh Kudus”.

Baca Juga  Perang Kota, Film Baru Soal Cinta, Perjuangan, dan Pengkhianatan

Gereja Abad Perengahan menjadikan rempah-rempah dalam kegiatan misa dan tata perayaan ekaristi dan paling utama misa Malam Natal atau Malam Kudus. Karena itu rempah-rempah (espices) selalu dikaitkan dengan spiritualitas (esprits) yang mendorong bangsa-bangsa (Kristen Barat) menginvasi dunia Timur dalam rangka tiga misi utama, Gold, Gospel, Glory (3G) yang terkenal itu.

Sayangnya, umat Kristen telah banyak meninggalkan tradisi rempah mereka. Agama dideodorisasi; gagasan akan aroma dianggap tidak substansial oleh mayoritas jemaatnya. Bau-bauan rempah redup oleh gaya minimalis gereja yang putih bersih dan tekesan sepi di hari-hari biasa.

No More Posts Available.

No more pages to load.