Seiring dengan implikasi harga yang tinggi, kata tersebut juga mengutarakan keluarbiasaan, sesuatu yang memiliki ciri yang sangat khas. Disamping lada, cengkeh, pala, kayumanis, terdapat pula mutiara, kain linen terbaik, katun, sutera dari Cina dan pewarna ungu yang dulu dipakai oleh para senator dan kaisar namun kini mulai digunakan pula oleh para uskup.
Species juga mencakup komoditas mahal dan langka lainnya, diantaranya kulit macan kumbang, macan tutul dan singa, gading Afrika, burung yang dikirim dari Parthia (Persia) dan Babilonia, kakatua cerewet dari India dan Afrika, lapis lazuli dari Afghanistan dan kulit penyu dari negara tropis. Ada juga batu-batu permata legendaris dari Hindia, batu hyacinth, beryl, batu akik darah, carnelian, onix, intan dan permata. Yang lebih mencirikan rempah daripada fungsinya atau karakteristik botaninya adalah harganya. Di pasar, seperti halnya di dalam sebuah persepsi, rempah-rempah identik dengan kekayaan, kemewahan dan eksotisme.
Kata itu menjadi bagian dari dialek Latin Akhir dan Germania yang pada akhirnya melebur ke dalam bahasa Romawi kontemporer dan terus bertahan hingga milenium ketiga pada akarnya tidak berubah sejak akhir masa kuno; especia (Spanyol), speciaria (Portugis), épice (Prancis) dan spezia (Itali). Rempah adalah segala sesuatu yang bernilai tinggi dari jenis tumbuhan, hewan, batu mulia dan logam mulia. Pada 1170-an, William Fitzstephen melihat rempah-rempah di pasar-pasar London lalu menyajikan cita rasa yang kosmopolitan: