Oleh: Made Supriatma, Peneliti dan jurnalis lepas. Saat ini bekerja sebagai visiting research dellow pada ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura
Banyak orang yang hidup dalam jaman Orde Baru pasti mengenal istilah KKN. Ia bisa berarti Kuliah Kerja Nyata, yaitu mahasiswa dikirim ke desa-desa tanpa tahu apa yang mereka kerjakan, dan hasil akhirnya adalah membuat nama jalan, gang, dan prasasti untuk kelompoknya sendiri.
Arti lainnya lebih seram. Ia adalah singkatan dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme.
Istilah KKN pernah sangat populer dalam dunia politik pada masa uzur Orde Baru. Ia diterapkan para Soeharto dan para kroninya. Mereka didakwa melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam skala besar. Pada waktu itu, sangat kentara bahwa Soeharto ingin mengabadikan kekuasaannya.
Sindrom berkuasa tanpa batas waktu dan tanpa batas kewenangan itu secara perlahan dibangun oleh Soeharto. Sehingga tidak jelas apakah itu atas kehendaknya sendiri ataukah kehendak para kroni — jendral, birokrat, pengusaha, dan politisi sipil — yang tidak ingin kehilangan privilese berkuasa di bawah ketiak Soeharto.
Soeharto melengkapi dirinya dengan ide tentang negara dan dirinya di dalamnya. Dia mengintegrasikan tritunggal maha kuasa — militer, birokrasi dan Golkar. Orang-orangnya bahkan menyusun ide tentang apa itu negara — sebagai kekuatan integral yang menyatukan semua kekuatan sosial di dalamnya. Tentu, dia sendiri yang mengaturnya.