Persoalannya adalah ketika Cak Imin meninggalkan Koalisi Indonesia Maju, ia meninggalkan bola panas bagi Prabowo.
Ini tidak hanya berkaitan dengan basis pemilih NU di Jawa Timur yang menjadi salah satu penentu kemenangan yang pada dua Pilpres terakhir tidak mampu dimenangkan oleh Prabowo.
Akan tetapi, ini berkaitan dengan posisi problematik baru bagi Prabowo mengingat ia harus menentukan posisi cawapres akan diberikan pada PAN melalui Erick Thohir atau akan diberikan pada Partai Golkar untuk nama Airlangga Hartarto.
Memang selama ini Airlangga tidak menunjukkan ambisi yang menggebu-gebu untuk posisi cawapres, tapi kita tidak boleh lupa bahwa Partai Golkar adalah partai kedua terbesar di Indonesia.
Sementara Partai Golkar telah melewati dua pemilu terakhir dengan tidak memberangkatkan kadernya menjadi capres/cawapres.
Pada Pilpres 2014, peluang untuk posisi cawapres pernah hadir lewat nama Aburizal Bakrie yang merupakan ketua umum Partai Golkar kala itu.
Akan tetapi, jelang penetapan capres dan cawapres 2014, nama Aburizal Bakrie dipotong oleh Ketua Umum PAN Hatta Rajasa yang akhirnya menjadi cawapres Prabowo.
Kemudian, pada Pilpres 2019, sejak awal dinamika capres dan cawapres posisi Partai Golkar banyak pasif karena ingin fokus dalam Pileg.