Tak banyak pers lokal yang bisa bertahan di situasi berat ini, bahkan mereka masih mampu mengupah wartawannya dengan layak sesuai ketentuan.
Kemampuan bertahan ini didukung upaya pemilik media melakukan diversifikasi bisnis, efisiensi, dan semangat menjaga independensi ruang redaksi. Pers lokal yang semacam ini bisa dibilang langka
Situasi semakin memprihatinkan ketika pers lokal terjebak dalam logika Search Engine Optimazation (SEO) dan terdominasi isu viral media sosial.
Dengan anggaran dan sumber daya wartawan yang terbatas, pilihan yang diambil adalah mengikuti logika SEO dan viral media sosial.
Berita yang diangkat adalah berita yang ditulis sesuai logika itu. Apa lacur, isi berita menjadi seragam, abai pada berita yang dibutuhkan publik. Kita patut gelisah dengan situasi pers lokal di Indonesia.
Cobaan berikutnya adalah tahun politik yang mulai bisa dirasakan suasananya. Dengan kondisi ekonomi media yang tidak baik-baik saja, pilihan menjadi media partisan di tahun politik sepertinya akan menjadi godaan menarik bagi pers lokal agar bisa bertahan.
Jalan keluar
Saat ini Dewan Pers dan sejumlah organisasi perusahaan pers terus mendorong pemerintah segera membahas publisher rights yang mewajibkan platform digital global seperti Google dan Facebook agar menghargai secara ekonomi berita yang diproduksi pers lokal maupun nasional