Oleh: Dino Umahuk, Sastrawan dan Jurnalis
Ngone doka dai loko/Ahu yo ma fara-fara/ Si rubu-rubu yo ma moi-moi/Doka saya rako moi.
Sengaja saya kutip sebuah Dalil Moro, yakni bentuk puisi sastera lama dalam sastra Ternate yang merupakan warisan nenek moyang yang telah merasuk dan dihayati, hingga patut ditaati.
Isi dan pengertian syair Dalil Moro diatas adalah tentang hakikat kehidupan manusia, bahwa setiap individu masyarakat dituntut dapat menempatkan dirinya dalam masyarakat serta mampu menciptakan suasana keragaman yang dapat menjalin ikatan antara sesama manusia dalam hubungan kekeluargaan sampai ke dalam kelompok yang besar, masyarakat.
Dalil Moro tersebut jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia akan berbunyi: Kita bagaikan kembang di padang rumput/Tumbuh dan hidup terpencar-pencar/Terhimpun dalam satu genggaman/Bagaikan hiasan seikat kembang.
Maka pada hemat saya dalil Moro tersebut selaras dengan firman Allah SWT sebagaimana QS. Ali ‘Imran, 3:103: “Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara, sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi ujung neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk”.