Cendekiawan muslim Nurcholish Madjid (1939–2005) mengatakan dari berbagai ibadah dalam Islam, puasa di bulan Ramadan barangkali merupakan ibadat wajib yang paling mendalam bekasnya pada jiwa seorang Muslim.
“Pengalaman selama sebulan dengan berbagai kegiatan yang menyertainya seperti berbuka, tarawih dan makan sahur senantiasa membentuk unsur kenangan yang mendalam akan masa kanak-kanak di hati seorang Muslim,” tulis Nurcholish Madjid dalam bukunya berjudul “Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah” (Yayasan Paramadina, 1994)
Ibadah puasa merupakan bagian dari pembentuk jiwa keagamaan seorang Muslim, dan menjadi sarana pendidikannya di waktu kecil dan seumur hidup.
Semua bangsa Muslim menampilkan corak kerohanian yang sama selama berlangsungnya puasa, dengan beberapa variasi tertentu dari satu ke lainnya.
“Maka kekhasan bangsa kita dalam menyambut dan menjalani ibadah puasa Ramadan telah pula menjadi perhatian orang Muslim Arab di akhir abad yang lalu,” ujarnya.
Seorang sarjana bernama Prof Riyadl dalam buku Syeikh ‘Ali Ahmad al-Jurjawi berjudul “Hikmat al-Tasyri’ wa Falsafatuhu” menyebutkan bahwa di Jawa (yang dicampuradukkan olehnya sebagai bagian dari India) para pemeluk Islam mempunyai cara yang khas dalam menyambut dan menjalani ibadah puasa.