1. Tanggal Pernikahan
Angin sepoi-sepoi bulan Desember, basah
la datang dari jauh, menderu kabar; kau telah menegas buritan rumahtangga
padahal, baru saja tiba suratmu kesepuluh, kuyup kan airmata;
“lekas kembali, kita tuntas kerinduan” tulismu singkat
pun waktu yang sama, aku masihlah setia menghitung rindu, persis menghitung gelombang.
Di bangkai perahu ini, suratmu telah berhasil membuatku terkungkung berhari-hari
pabila malam bertamba malam, kekosongan yang kuhimpun
begitu tergeletak di bawah bulan sepotong semangka, gerimis dibungkus garam, bertenaga meniris tubuh yang perak.
Barang sejenakpun, tak mengadah langit. Hidup kan binasa
begitujuga kata-kata yang bersarang dalam doa, lenyap dalam kerlap gemintang.
Ataupun, menguap, karenanya gagal kupanjatkan.
Di tubuh laut, musim sudah gila;
buta mengelupas helayan ingatan
sialnya, perahu ini, tak memiliki almanak:aku taktahu tanggal pernikahanmu! Tanggal di mana dadaku, dikau gali telaga
===≠===========
2. Gaun Pengantin
Aku lelaki laut, tumbuh besar di laut
aku mahir menambal jala, sama seperti ayahku, si Pelaut dari Seram Timur.
Tidaklah mahir menyulam jas, tak sepertimu—penjahit ulung, kerap dipercakap lelaki sebaya
kau lena, surutlah rindu kaukirim ke laut.