“Reality Show” Pilkada

oleh -23 views

Oleh: Ija Suntana, Pengajar pada Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Gunung Djati Bandung

SELAIN dilanda partisipasi pemilih yang rendah, fenomena “yang penting ramai” menonjol pada Pilkada 2024 yang baru saja kita lewati.

Masyarakat cenderung memilih pemimpin berdasarkan euforia dan ramai-ramai belaka, tanpa peduli kualitas atau visi yang ditawarkan kandidat.

Persis lirik lagu “Pokoke Joget”—ora ngerti lagune, ora ngerti syaire… sing penting aku joget wae. Logika dan analisis kritis para pemilih tenggelam dalam gelombang popularitas polesan media sosial.

Media sosial telah menjadi senjata utama bagi kandidat untuk mencuri perhatian. Bukan visi misi yang dijadikan senjata, melainkan konten viral, meme, dan gimmick.

Baca Juga  Lawan Inter Milan, PSG Mesti Fokus dan Sabar

Kandidat yang rajin muncul di linimasa lebih diingat dibanding mereka yang sibuk membangun argumen dan solusi. Era ini menjadikan popularitas sebagai kriteria kepemimpinan, menggeser batas antara pemimpin berkualitas dan selebritas digital.

“Reality show”

Pergeseran dari kualitas ke selebritas mengubah Pilkada menjadi ajang serupa reality show. Kampanye yang berisi gagasan membangun masyarakat kalah menarik dibanding panggung gimmick yang riuh.

Akibatnya, para pemilih asal memilih karena merasa penting untuk terjun dalam tren keramaian.

No More Posts Available.

No more pages to load.