Sah Secara Hukum Bukan Anak Mudaffar Sjah, Nita Tetap Nekat Klaim Tahta Kesultanan Ternate Bagi Anak Kembarnya

oleh -1,814 views
Link Banner

Porostimur.com, Ternate – Mesikpun Pengadilan Tinggi Maluku Utara telah memutuskan dirinya bersalah,karena memalsukan asal-usul anak kembarnya dan hasil tes DNA menunjukkan, kedua anak kembar itu, bukanlah putra kandung Sultan Mudaffar Sjah, namun Nita Budi Susanti masih bersikukuh bahwa kedua putra kembarnya itu merupakan pewaris tahta Kesultanan Ternate.

Istri politisi PAN Viva Yoga Mauladi itu tetap bersikukuh dua putra kembarnya, Ali Mohamad Tajul Mulk dan Gajah Mada Satria Nagara sebagai penerus tahta Kesultanan Ternate atau Kolano Madoru, berdasarkan Jaib Kolano (hak veto) dan surat wasiat dari Sultan Mudaffar Sjah.

Nita bahkan membawa kedua anaknya itu ke Ternate, Minggu (12/3) kemarin untuk menggelar adat Sinunako.

Tiba di Bandara Sultan Baabullah Ternate dengan menumpangi pesawat Garuda Indonesia, sekitar pukul 06.30 WIT, Nita bersama kedua anaknya dijemput ratusan masyarakat adat Kesultanan Ternate atau bala kusu se kano-kano yang pro terhadapnya.

Dari bandara dengan menumpangi mobil, rombongan Nita dikawal ketat menuju makam mendiang Sultan Mudaffar Sjah di belakang Masjid Sultan Ternate untuk ziarah kubur.

Setelahnya Nita mampir sebentar di rumah salah satu warga di Kelurahan Dufa-Dufa, Kecamatan Ternate Utara, lalu menyeberang ke Pulau Hiri melalui pelabuhan Jikomalamo. Ikut pula anak dari istri kedua mendiang Sultan Mudaffar Sjah yakni, Nuzuluddin M Sjah. Nita dan kedua anaknya kemudian menjalani sejumlah prosesi adat di Kelurahan Togolobe.

Dalam kesempatan itu, Nita pun memberi keterangannya kepada sejumlah awak media mengenai maksud kedatangannya di Ternate.

“Saya kunjungan kali ini setelah 8 tahun saya tinggalkan Ternate sebenarnya hanya ziarah saja. Saya ziarah kemudian ada baca doa untuk 8 tahun wafatnya almarhum Sultan Mudaffar Sjah dan selanjutnya adalah silaturahmi,” ungkap Nita.

Nita bilang, kehadirannya ini paling tidak telah menjadi pengobat kerinduan bagi masyarakat adat yang selama ini menurutnya seperti anak ayam yang kehilangan induknya.

Ou (sultan) so tara ada, boki (permaisuri) tara ada, gitu kan. Jadi alhamdulillah, sekarang sudah bisa bergabung di sini. Kalau saya yang lain-lain itu nanti saja lah, gitu yah,” imbuhnya.

Jauh pada tahun-tahun sebelumnya, Nita mengaku sudah terus diundang pulang ke Ternate oleh masyarakat adat, baik yang ada di Pulau Hiri maupun di Dufa-Dufa.

Alhasil, Nita memilih menetap sementara di Hiri karena dirasa lebih aman, dan dirinya pernah diambil sumpah sebagai Boki dan Wali Kolano juga di Hiri.

Nita bercerita, status Kolano Madoru sudahlah jelas. Bahkan, di saat usia 45 hari, kedua anak kembar ini telah melalui prosesi sinonako sebagai pewaris tahta Kesultanan Ternate langsung oleh Sultan Mudaffar Sjah.

“Mulai mereka umur 45 hari kan sudah sinonako untuk penerus dari pada Sultan Mudaffar Sjah. Nanti saya kembalikan ke masyarakat adat maunya gimana?,” timpalnya.

Menurutnya, sampai saat ini masyarakat adat masih berpegang teguh dengan jaib kolano atas status Kolano Madoru. Hak veto yang dianggap paling sakral itu yang juga menjadi alasan dia mau kembali ke Ternate bersama kedua putra kembarnya. Selain itu, Nita mengklaim bahwa statusnya pun masih sah sebagai Wali Kolano selama kedua anak kembarnya belum baligh.

Hubungannya dengan beberapa anak dari istri lain mendiang suaminya diakui masih tetap terjalin baik, dan menganggapnya sebagai seorang ibu. Apalagi dia juga punya anak dari perkawinannya dengan Sultan Mudaffar Sjah.

Kasus pidana pemalsuan asal-usul putra kembar yang pernah menyeretnya, lanjut Nita, merupakan sebuah ujian yang telah dia lalui. Ia menyebut kasus itu sebagai kedzaliman, karena persoalan hukum adat yang dibawa ke ranah hukum positif.

Meski begitu, penilaiannya pidana yang dilaluinya itu tidak mempengaruhi hukum adat yang diyakini oleh masyarakat adat Kesultanan Ternate.

Persoalan hukum positif itu pun tidak dapat mengubah status Kolano Madoru putra kembarnya, karena mereka punya bukti kuat tentang status hak ini.

“Mereka punya video misalnya penobatan, kalau akta kelahiran misalnya ditahan untuk menghilangkan haknya Kolano Madoru, itu kan hukum negara. Artinya kita tinggal print out dari internet kan bisa juga. Kamu tahan apanya, kita bisa ambil di internet. Artinya, maunya sudah selesai lah Kolano Madoru, padahal tidak seperti itu,” cetusnya.

Ia pun memberi tanggapan terhadap posisi Sultan Hidayatullah Sjah yang kini menduduki Kedaton Kesultanan Ternate bersama perangkat adatnya.

“Biarkan, itu kan proses juga kan. Setiap orang itu selalu punya kesempatan. Setiap orang itu punya keinginan, tapi kan akhirnya penentu itu adalah rakyat. Karena kedaton itu adalah milik rakyat, dan kita harus tahu bahwa menjadi seorang sultan itu adalah pilihan rakyat bukan maunya kita. Rakyat maunya siapa?” cetusnya sebagaimana dilansir dari tandaseru.com.

Lanjut dia, misalkan nanti ada keinginan dari masyarakat adat terkait masalah tahta kesultanan, maka bisa dibicarakan secara kekeluargaan. Jika tidak lagi menemukan titik temu, maka jalan mediasi pun bisa menjadi salah satu solusi.

“Kan saya bilang, perkara nanti persoalan kapan, yah nanti akan kita selesaikan dengan cara kekeluargaan, kecuali kalau memang tidak bisa yah berarti pakai mediasi kan bisa. Artinya sekarang ini semua cooling down, mendinginkan semuanya,” terang dia.

Mantan Anggota DPR RI ini juga menambahkan, keberadaannya di Ternate rencananya selama sepekan ke depan. Meski begitu, dia tidak dapat menolak lebih lama lagi di Ternate jika ditahan oleh masyarakat adat.

“Tapi gak tahu ini kalau semua nanti pada minta, kan kalau menjadi seorang ibu atau orang tua rakyat yang sangat dirindukan apalagi Kolano Madoru-nya di sini, saya ini tara sampai hati kalau menolak begitu,” pungkasnya. (tim/tsc)

Simak berita dan artikel porostimur.com lainnya di Google News