Porostimur.com, Jakarta — Kehadiran saksi di persidangan merupakan prinsip mendasar dalam sistem peradilan pidana. Tanpa saksi, pembuktian kehilangan esensinya dan hak terdakwa untuk melakukan pemeriksaan silang ikut terabaikan. Namun dalam praktiknya, absennya saksi berulang kali kini menimbulkan persoalan serius — baik secara hukum maupun moral peradilan.
Kehadiran Saksi Adalah Roh Keadilan
Dalam hukum acara pidana, pembacaan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) hanya dapat dilakukan jika saksi berhalangan sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 162 KUHAP, misalnya karena sakit, meninggal dunia, atau alasan lain yang berkaitan dengan kepentingan negara.
Di luar itu, pembacaan BAP tanpa kehadiran saksi tidak dapat dibenarkan karena melanggar asas fair trial serta menafikan hak terdakwa untuk menguji keterangan saksi secara langsung.
Ahli pidana Dr. Oheo K. Haris, S.H., M.Sc., LLM, yang dihadirkan oleh pihak PT Wana Kencana Mineral (WKM), menegaskan bahwa BAP yang dibacakan tanpa sumpah atau tanpa kehadiran saksi hanya memiliki nilai pembuktian terbatas, bahkan berpotensi menjadi preseden buruk jika dijadikan dasar putusan.“Kehadiran saksi di ruang sidang adalah roh keadilan itu sendiri. Tanpa itu, kebenaran materiil sulit dicapai,” jelas Dr. Oheo di hadapan majelis hakim.









