“Mungkin ada orang yang akan kepincut dengan persona yang akan dia tampilkan. Tapi juga ada orang menjadi lebih kritis melihat orang ini (pejabat) punya track record. Sejauh mana sih dia bekerja selama ini, bukan cuma omong kosong,” kata Feka.
Sementara itu, Pengamat Media Ignatius Haryanto Djoewanto, menjelaskan apa yang ditampilkan oleh para pejabat di media sosial sudah direncanakan dan ditentukan sebelumnya, sehingga belum tentu otentik. Publik seharusnya tidak menilai kinerja seorang pejabat hanya dari tampilan karena ia lebih sering tampil di media.
“Saya kira, tentu saja ada ukuran lain yang menentukan ini (pejabat) memang betul bekerja dengan baik. Publik harus bisa membedakan apa yang ditampilkan dengan apa yang sesungguhnya dikerjakan,” kata Ignatius.
Akademisi Universitas Multimedia Nusantara itu menjelaskan, publik butuh lebih kritis dan jarak untuk memberikan penilaian kepada para pejabat. Misalnya mencari tahu adakah masalah-masalah mendasar yang berkaitan dengan kinerja mereka, apakah mereka menjalankan fungsinya dengan baik atau tidak.
“Kita jangan terkecoh dengan penampilan para pejabat di media sosial. Di depan media, orang pasti akan menyampaikan citra tertentu. Ingin dilihat sebagai seseorang yang baik, dekat dengan masyarakat kecil, dan lain-lain. Itu sudah dipersiapkan,” ujarnya.