Oleh: Yusuf Blegur, Direktur Center for Public Policy Studies (CPPS)
Dalam kepemimpinan nasional seharusnya tak boleh ada matahari kembar, idealnya hanya ada kesadaran fungsi dan posisi. Semua boleh punya ambisi dan kompetisi, namun tetap didasari mentalitas patriotisme dan nasionalisme sejati demi NKRI.
Drama pilpres 2024 masih begitu banyak menyisakan ruang kontroversi dan polemik kepemimpinan nasional. Mulai dari proses konstitusional dan demokratisasi yang ditempuhnya, hingga aspek legalitas dan legitimasi hasilnya. Tak luput elit politik, kelas menengah sampai kalangan masyarakat akar rumput, semuanya memiliki perfektif masing-masing dalam menilai pemungutan suara massal tersebut. Seakan publik dibiarkan bebas memiliki pasar raya tafsir terhadap kelahiran formal kepala negara dan kepala pemerintahan itu.
Menariknya, sosok Jokowi dan Prabowo menjadi orang yang tak terhindar dan terpola
mendominasi sekaligus menghegemoni dari “grand desain” penyelenggaraan pilpres 2024.
Jokowi sebagai orang sipil dan masih menjabat presiden saat itu dan Prabowo dari militer yang sebelumnya beberapa kali menjadi capres. Bertemu dalam irisan kuantum politik yang sama, bersinergi dan berkolaborasi mengusung patform serta konstruksi pilpres dengan semangat kemenangan bersama.