Oleh: Made Supriatma, Peneliti dan jurnalis lepas. Saat ini bekerja sebagai visiting research dellow pada ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura
Pada Oktober 2020, saya menulis sebuah artikel pendek yang berjudul, “The Indonesian police’s dual function under Jokowi.” Artikel ini mendapat respon dari beberapa kolega di luar Indonesia. Namun, di dalam negeri tanggapannya sangat dingin.
Hampir tidak ada orang yang menganggap soal pemakaian polisi untuk kepentingan politik ini sesuatu yang penting. Karena apa? Ya karena dianggap tidak penting. Peran polisi tidak seperti militer di jaman Orde Baru.
Untuk saya, “Polisi untuk Jokowi sama seperti militer untuk Suharto.”
Saat itu, Jokowi masih dipuja banyak orang. Ia baru menang pemilihan. Dengan tindakan seolah-olah untuk membangun persatuan, ia merangkul lawan beratnya Prabowo Subianto dan menjadikannya Menteri Pertahanan. Posisi ini menjadi batu loncatan untuk Prabowo maju kembali ke pemilihan presiden lima tahun sesudahnya.
Saat saya menulis artikel tersebut, empat tahun lalu, banyak orang tidak terlalu yakin dengan peran polisi bisa seluas itu. Ada yang mengatakan kepada saya, “Bro, analisis ente itu terlalu jauh. Tidak ada data penunjang yang cukup kuat.”