Politik Dinasti Jokowi
Kembali ke isu politik dinasti yang hangat belakangan ini, pokok perkaranya adalah adanya kecurangan yang dilihat masyarakat, khususnya mahasiswa dalam perkara Mahkamah Konstitusi (MK) terkait umur kandidat cawapres. Persepsi publik terbentuk demikian karena MK dianggap menyelewengkan aturan konstisusi atau UU Pemilu demi memuluskan anak presiden, Gibran, menjadi cawapres Prabowo.
Keributan mahasiswa berbeda dengan kelompok partai tertentu maupun para eks pendukung Jokowi, yang bersuara oposisi karena Gibran menjadi dipihak Prabowo, bukan karena pelanggaran konstitusi itu sendiri. Seandainya Gibran menjadi Cawapres Ganjar, boleh jadi mereka tetap melihat itu bukan sebagai pelanggaran.
Jadi isu dinasti ini sesungguhnya berbeda sama sekali dengan urusan Kesultanan Yogyakarta. Isu dinasti saat ini adalah upaya illegal Jokowi alias “cawe-cawe” yang seharusnya tidak dilakukan seorang presiden. Sebab, Jokowi, dengan pengakuannya cawe-cawe telah merusak suasana pemilu jujur dan adil serta netral, setidaknya terlihat dari fakta-fakta konsekuensinya, seperti surat pj. Bupati Sorong mendukung Ganjar karena tekanan aparat pusat, pengakuan Aiman adanya arahan aparat memenangkan Prabowo, fenomena penggantian pejabat-pejabat daerah yang diduga berbasis konspirasi pilpres, dan lain sebagainya.