Sepanjang eks pendukung Jokowi hanya membatasi diri bahwa demokrasi dan penegakan hukum hancur ditangan Jokowi, alias nilai 5 kata Ganjar, lalu di demarkasi penjelasan Mahfud MD, pada era hanya paska penetapan MK terkait Gibran, maka kelompok eks pendukung Jokowi tersebut terperangkap pada kelompok kecil.
Sebab, berbagai kejahatan demokrasi, dalam perspektif saya dan kaum oposisi selama ini, perusakan demokrasi telah terjadi sejak Jokowi berkuasa. Hal itu ditunjukkan dengan pemenjaraan aktifis-aktifis pro demokrasi, seperti Rahmawati Sukarnoputri, Hatta Taliwang dkk, 2016; saya dan kawan-kawan KAMI, 2020, para ulama dan lainnya, terakhir pemidanaan penggiat isu HAM Harris Azhar dan Fatia Maulidiyanti saat ini.
Kelompok penggiat demokrasi dan HAM dari eks pendukung Jokowi hanyalah sakit hati belaka karena mereka ditinggalkan Jokowi secara politik.
Demokrasi dan Pilpres
Isu politik dinasti berkembang dengan arah terbelah. Arah pertama yang digelontorkan mahasiswa diberbagai daerah, yang marak saat ini. Mereka dalam sejarahnya bergerak berdasarkan hati nurani. Memang sebagiannya ada yang merupakan perpanjangan tangan kelompok politik tertentu. Namun, karena mahasiswa merupakan avant-garde perjuangan, mereka menjadi independen sebagai kelas menengah yang tidak mau diatur. Intinya dalam buku Youthquake 2017 dijelaskan fenomena anak-anak muda dunia yang memang “anti-establishment” an-sich saat ini.