Oleh: Jannus TH Siahaan, Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran
JAUH hari sebelum pemilihan umum berlangsung, saya pernah membahas tentang bagaimana langkah-langkah strategis politik Prabowo Subianto dalam mengunci dukungan Jokowi.
Langkah tersebut mulai dari menyebar billboard bergambarkan Prabowo dan Jokowi secara masif di seluruh Indonesia, peningkatan intensitas kebersamaan Prabowo dan Jokowi, dukungan awal Partai Gerindra kepada PSI sebelum Kaesang diparkir sebagai Ketum PSI, sampai pada langkah Prabowo menggandeng Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.
Langkah-langkah tersebut melambungkan tingkat signifikansi Jokowi di mata Prabowo dan partai-partai politik yang mendukungnya, sampai akhirnya mengangkat status Jokowi di arena politik nasional dari status “presiden petugas partai” menjadi politisi handal setara dengan “King Maker” lainnya, seperti Megawati Soekarnoputri, Surya Paloh, dan Jusuf Kalla.
Hal tersebut tentu bisa terwujud karena strategi elektoral Prabowo yang secara prinsipil tentu perlu diapresiasi. Kekalahan dua kali dari Jokowi di pemilihan presiden tahun 2014 dan 2019 memang membuat Prabowo banyak belajar.
Sehingga saat Prabowo diajak bergabung ke dalam pemerintahan pascapemilihan 2019, Prabowo berjuang habis-habisan mengapitalisasi posisinya sebagai bawahan Jokowi di dalam pemerintahan di satu sisi dan mengapitalisasi besarnya pemilih Jokowi di luar Partai PDIP di sisi lain.