Antara Pulang dan Pergi
Kita masih juga berdebat
apa itu pulang dan apa itu pergi?
Aku bilang pulang adalah kembali
kau membantah
kau bilang pulang adalah pergi.
Aku bertanya,
jika pulang adalah pergi, apa itu pergi?
Kau selalu menjawab
pulang adalah pergi dan pergi adalah pulang
selalu begitu, sampai tiba suatu hari
kau tak bisa lagi mengartikan
dan membedakan kedua kata itu
ketika sunyi datang dan sepi tak ingin pergi.
2023.
======
Ombak yang Bertanya
1/
Aku pulang kemudian bertanya kepada Rijang
berapa banyak ombak datang ketika aku di tanah rantau?
Tapi ia diam seperti dahulu——tak juga bicara seperti di lampau.
2/
Aku pulang kemudian bertanya kepada Semang
apa yang paling kau harapkan—saat angin
bertiup kencang dan langit sebiru laut?
Aku harap hujan turun,
meski di tengah gelombang—
basah hujan bukanlah pilihan.
Aku tak puas dan kembali bertanya,
apa yang paling kau harapkan
saat hujan turun dan ikan-ikan tak lagi makan?
Aku harap hujan semakin deras,
agar benih yang kutanam di bukit kemarin
bisa tumbuh—— dan besar dengan subur.
Bukankah tanpa hujan, Halmahera tetap subur?
Seperti Indonesia,
yang subur tanahnya,
bukan manusianya.
Galela, 2020.
========
Di Antara Suara Anak Lisung yang Merdu
Aku ditumbuhkan oleh pisang kuli-kuli, pisang tumbu, pisang santang, komo-komo, dan kokodo.
Aku tumbuh di antara suara anak lisung yang merdu setiap pagi dan sore.
Penikam di tangan papa, tonga di tangan mama, dan sosiru yang menerbangkan ampas padi, aku mengenal apa arti nasi pulo, jaha, waji, birinji, poroco sigi, dan tampa nasi.